Menikah di bulan Suro memang sebuah pantangan untuk menghindari nasib buruk, namun bukan berarti menggelar resepsi pernikahan di bulan ini juga dilarang.
Han Gagas mengatakan, "Tetapi, kalau nikah ijab kobul sebelum Suro, lalu pesta resepsi syukuran bulan Suro bisa."
Tak melulu dikaitkan pada kepercayaan Hindu, namun ada maksud lain di balik pantangan menikah di bulan Suro.
Han Gagas berkata, "Budaya Suro bisa dianggap bulan spiritual sehingga waktunya untuk ibadah dan membersihkan dari sifat, sikap, watak nafsu angkara, aluamah, sufiyah, mutmainah, dan bisa dianggap sebagai bulan rehat dan refleksi renungan, bukan untuk membuat hajat yang berdampak pada pengeluaran keuangan terlalu banyak."
Hal ini tentu bermakna bahwa di bulan spiritual ini, alangkah lebih baik jika menggunakannya untuk beribadah, untuk merehatkan diri dari hingar-bingar dunia, bahkan untuk merenungkan kehidupan agar berjalan lebih baik.
Sedangkan, jika hajatan pernikahan atau hajatan lain digelar, masyarakat akan cenderung mengeluarkan biaya yang banyak untuk hajatan tersebut.
Hal ini tentu membuat bulan spiritual tidak dimanfaatkan dengan maksimal karena kesempatan untuk beribadah dan renungan berkurang atau malah hilang sama sekali berganti dengan pesta hajatan.
Selain dari segi spiritual, pantangan menikah di bulan Suro bisa pula dikaitkan dari segi sosial dan ekonomi.
Baca Juga: Fakta Unik Geisha, Wanita Penghibur Jepang: Makin Tua, Tarifnya Makin Mahal!
"Orang Jawa perlu let (jeda), termasuk kondisi keuangan. Jika terlalu banyak hajatan yang kudu nyumbang nanti kasihan bisa buat banyak yang marah atau terlalu ngoyo kerja buat nyumbang, itu bisa buat aura negatif. Ini versi yang modern ke manajemen uang," tambahnya.
Dalam masyakarakat Jawa, menikah bisa dilakukan sepanjang tahun, kecuali pantangan pada bulan Suro.
Hal ini dikaitkan dengan adanya rehat dari pengeluaran untuk biaya hajatan, bukan hanya dari pihak penyelenggara, tetapi untuk orang yang menghadiri hajatan.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR