Akibat reformasi di tubuh ABRI yang kemudian berubah nama jadi TNI dan sekaligus terpisah dari Polri, karakter dan mentalitas prajurit TNI pun berubah total.
Mereka berubah menjadi tentara yang tidak berpolitik, tidak bisa dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan tertentu, menjadi tentara profesional yang melindungi warga sipil, patuh terhadap hukum sipil ketika berada di lingkup non militer, dan lainnya.
Tapi seiring prajurit TNI yang kembali dibanggakan oleh masyarakat pasca reformasi 1998, mental ala Orde Baru yang cenderung berefek negatif ke warga sipil masih sering muncul dari oknum tertentu.
Misalnya seorang anggota TNI masih tersinggung ketika disuruh mengantre saat beli bensin seperti kejadian di SPBU, Tanjung Morawa, Sumatera Selatan (22/8/2018), karena saat itu membawa motor berplat TNI dan merasa harus diprioritaskan.
Namun yang aneh, sepak terjang personel ABRI yang merasa berkuasa dan berhak menghakimi warga sipil juga banyak ditiru warga sipil di era reformasi yang merasa dirinya sebagai anggota TNI.
Para warga yang sebenarnya mengidolakan anggota TNI itu umumnya gemar memiliki atribut yang menyimbolkan anggota TNI seperti memasang stiker logo TNI di mobil atau motor.
Menaruh topi militer dengan pangkat tertentu (kadang perwira tinggi) di dashboard mobil untuk menakut-nakuti warga lain dan berharap polisi ‘takut’ menilang, dan lainnya.
Tapi tidak hanya atribut TNI yang sengaja dipajang untuk menaku-nakuti orang.
Potongan rambut juga dicukur cepak ala anggota TNI sehingga orang bersangkutan mirip anggota TNI.
Bergaya ala anggota TNI dengan rambut cepak plus berbadan atletis gempal sebenarnya tidak salah .
Asal penampilan fisiknya itu tidak digunakan untuk mengintimidasi atau melakukan kekerasan terhadap orang lain sambil mengaku-aku sebagi anggota TNI.
Source | : | dari berbagai sumber,liputan lapangan,Tniad.mil.id |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR