Dewan Keamanan PBB juga mencela sikap Belanda dan mengimbau kedua belah pihak untuk mengadakan gencatan senjata.
Hasilnya telah kita ketahui secara umum. Karena gerilya Tentara Nasional Indonesia di satu pihak dan tekanan internasional di lain pihak, akhirnya Belanda terpaksa mencari penyelesaian politis dalam sengketanya melawan Indonesia.
Kita kemudian mengenal Perjanjian van Royen — Roem, yang kemudian mengakibatkan kembalinya pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta (sekarang Daerah Istimewa Yogyakarta), yang disusul dengan diadakannya suatu gencatan senjata yang mulai berlaku tanggal 10 Agustus 1949.
Rupanya pimpinan tentara Belanda kurang puas dengan pelaksanaan gencatan senjata itu dan melaporkan pada pemerintahnya bahwa pihak Indonesia sering "melanggar" gencatan senjata itu, sehingga dalam suatu rapat komandan-komandan militer Belanda yang diadakan Wakil Tinggi Makota Belanda Lovink, para komandan militer Belanda mendesak dan merasa perlu untuk melakukan suatu serangan militer yang ketiga.
Baca juga: Ketika Jepang Sudah Angkat Kaki, Belanda Ingin Kuasai Indonesia Lagi, Tapi Mereka Salah!
Hal ini dapat kita baca dalam buku karangan Dr. J.G. de Beus, Morgen, bij het aanbreken van de dag (Besok, di kala fajar menyingsing) yang juga merupakan suatu memoar.
Siapakah Dr. de Beus?
Dari keterangan yang didapat di bukunya, Dr. de Beus adalah seorang diplomat Belanda yang pada tahun 1939, ketika Perang Dunia II meletus dengan serangan Hitler pada Polandia, ditempatkan di Keduataan Belanda di Berlin.
Ketika Jerman menyerang Belanda bulan Mei 1940, sesuai dengan kebiasaan intenasional, beliau diberangkatkan dengan diplomat Belanda lainnya ke Swis, untuk kemudian bergabung dengan pemerintah dalam pengasingan Belanda di London.
Baca juga: Dari Hindia Belanda Hingga Menjadi Indonesia, Ternyata Beginilah Asal-usul Nama Indonesia
Pada tahun 1948, ketika Belanda mengadakan serangan militernya yang kedua terhadap Republik Indonesia, beliau adalah anggota staf perwakilan Belanda di PBB, di bawah Duta Besar van Royen, sehingga beliau mengikuti perdebatan-perdebatan dalam Dewan Keamanan PBB, ketika membahas peperangan antara Belanda dengan Indonesia.
Ketika kemudian van Royen ditunjuk untuk memimpin delegasi Belanda dalam perundingan menghadapi Republik Indonesia, maka Dr. de Beus menjadi anggota delegasi Belanda sambil merangkap menjadi Kepala Cabang Departemen Luar Negeri Belanda di Jakarta pada waktu itu.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR