Sebelum sembahyang dimulai, masih ada seorang pembicara pula, yaitu Ketua Panitia Perbaikan mesjid. Dalam bahasa Inggris, dia menyatakan bahwa mesjid itu sekarang tidak mencukupi lagi untuk menampung minat dan hasrat ummat Islam yang kian bertambah di Tokyo.
Lagi pula mesjid itu akan menjadi pula sebuah Pusat Kegiatan Islam (Islamic centre). Saya tidak mengenal pembicara itu, tetapi tentu ia seorang tua pandai yang dihormati. Kelihatan keseganan orang kepadanya. Dia orang Jepang.
Imam sebelum mulai bersembahyang berjemaah, mengingatkan jemaah bahwa cara salat Id yang akan diikuti adalah cara seperti yang diterangkan oleh Imam Syafii. Pada rakaat pertama, takbir diulangi tiga kali; kemudian juga dalam rakaat kedua.
Sama juga dengan kebiasaan kita di Indonesia — meskipun akhir-akhir ini ada juga yang memperkenalkan faham baru, yaitu bahwa dalam salat Id orang cukup membaca takbir satu kali saja.
Baca juga: Punya Stok Daging Berlebih saat Idul Adha? Ini Tips untuk Memasaknya
Tetapi pada rakaat kedua, ternyata takbir hanya satu kali sebelum imam membaca fatihah dan surah. Saya mula-mula agak terkejut, tetapi sebagai ma'mum saya ikuti saja.
Ternyata setelah ruku', baru takbir ulangan tiga kali dilakukan! Ah niscaya dia salah baca hadis! saya fikir dalam hati.
Setelah selesai sembahyang, khutbah dimulai. Oleh Imam yang bicara pertama kali. Jadi dalam bahasa Turki. Saya tak dapat mengerti khutbah itu — tentu saja. Tetapi ingatan saya terkenang ke rumah.
Anak-anak tentu pada waktu itu pun sedang mendengarkan khutbah di Jakarta — salat Id di Tokio pukul 08.30, di Jakarta biasanya pukul 07.00, tetapi antara Jakarta dan Tokyo ada perbedaan waktu dua jam.
Baca juga: Dapat Jeroan Saat Idul Adha, Jangan Bingung Menanganinya!
Lalu saya pun teringat kepada ibu dan adik saya yang pada saat ini niscaya sedang dalam perjalanan dari Arafah ke Musdalifah, menuju Mina; karena di Arab pada waktu itu niscaya baru sekitar tengah malam.
Entah apakah mereka bersama rombongannya tidak menjumpai kesulitan. Ketika dua tahun yang lalu saya bersama istri saya dan rombongan menunaikan ibadah haji, banyak nian kesulitan yang kami hadapi.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR