Uang saku minim dan tidak kaya
Di museum itu memang terlihat sejumlah piring beling asli piranti makan Kartini. Sayangnya, tak bisa ditemui misalnya koleksi sendok-garpu atau piranti masak-memasak milik -beliau.
Padahal itu bisa jadi-peringatan, bahwa Kartini tetaplah seorang wanita feminin, meski terus gigih memperjuangkan nasib kaum dan juga bangsanya.
Sisi kewanitaan Kartini tercermin antara lain pada kegemarannya masak-memasak di waktu luang, bersama kedua adikhya, Roekmini dan Kardinah.
"Selain masakan tradisional, Kartini senang mencoba resep-resep masakan barat yang diambil dari majalah, lalu disuguhkan kepada keluarganya, teman-teman dekat atau para tamu. Masakannya berupa huzarensla, macam-macam sup ala Barat dan sebagainya," tutur Sulastin.
"Karena mengolah masakan Barat itu butuh biaya tidak sedikit, makanya Kartini hanya mencoba satu dua kali dan satu dua macam saja," sambung Sulastin.
Rupanya, Kartini tidak banyak mendapat jatah uang saku dari ayahnya yang memang tidak kaya. Hal itu tampak dalam surat Kartini yang ditujukan kepada E.H. Zeehandelaar (11 Oktober 1901): "... kami sama sekali tak kaya raya.
Baca Juga: R.A Kartini: Benci Peraturan Perkawinan yang Hanya Menguntungkan Pihak Suami
Walaupun ayah berpenghasilan besar, tetapi banyak juga pengeluarannya, sehingga uang kami hanya cukup untuk hidup sederhana dan memberi pendidikan yang baik kepada anak laki-laki ... saya membuat rencana dalam hati untuk berganti haluan dan mengarahkan langkah ke sekolah dokter di Betawi, apabila biaya untuk pendidikan saya sebagai guru terlalu besar …. ayah setiap tahun harus mengeluarkan biaya lebih kurang f 1.200 – sama dengan penghasilan ayah sebulan … pendidikan untuk menjadi dokter dibiayai seluruhnya oleh pemerintah….”
Malah sebagai anak pembesar di zaman itu, Kartini dalam surat kepada E.H. Zeehandelaar tertanggal 18 Agustus 1899 berkata: ".... Baru-baru ini datang seorang Belanda ... ia minta kepada orang tua kami agar diperkenalkan kepada putri-putri ... Bupati, ujar bisik- bisik kepada ayah, tapi cukup terang juga bagi kami.
... Saya membayangkan pakaian putra-putri begitu gemerlapan ... tetapi anak-anak Tuan begitu sederhana ... Masya Allah ... pujian yang dilontarkan orang kepada kami karena memandang pakaian kami yang sederhana, membuat kami sendiri sering sekali takut menjadi pesolek dan perlente."
Kartini si Kuda Liar
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR