Juga ada tujuh orang Jepang yang merupakan anggota luar biasa, boleh mengikuti sidang tapi tidak memiliki hak suara.
Sidang berlangsung dalam dua masa persidangan. Yang pertama 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Padahal pada 8 Mei 1945, Jerman menyerah kepada Sekutu, sehingga sejak saat itu Jepang harus berperang sendiri.
Sidang kedua berlangsung pada 11-17 Juli 1945. Perdebatan dalam sidang-sidang tersebut berlangsung amat sengit dan alot. Soal batasan wilayah, soal bentuk negara, soal identitas bangsa dengan hak-hak-nya, dan pelbagai masalah lain.
Tapi beberapa poin penting berhasil disepakati. Pada 22 Juni misalnya, dirumuskan Rancangan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Kemudian pada sidang 16 Juli disusun Rancangan Oendang-oendang Indonesia Merdeka.
Masa tugas PPOPKI berakhir pada 7 Agustus 1945. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Dokoritsu Junbi Inkai, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang diketuai Soekarno dengan wakilnya Hatta.
Beranggota 21 orang termasuk ketua dan wakil ketua, yaitu dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, Ki Bagoes Hadi-kusumo, Otto Iskandar Dinata, B.P.H. Poeroebojo, G.P.H. Soerjohamidjojo, Soetardjo Kartohadikusumo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, R.H. Abdoel Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, dr. Mohammad Amir, Mr. Abdoel Abbas, dr. Ratulangie, Andi Pangerang, Mr. Latuharhary, Mr. I Goesti Ketoet Poedja, A.H. Hamidan, Raden Pandji Soeroso, K.H.A. Wahid Hasjim, dan Mr. Mohammad Hasan.
Surat kabar Asia Raja edisi 7 Agustus 1945 menulis, “Soekarno berkomentar positif soal PPKI. Kalau PPOPKI merupakan bentukan pemerintahan tentara pendudukan (termasuk menseleksi calon anggotanya oleh penguasa militer, Red.), PPKI jelas merupakan panitia bangsa Indonesia karena tidak seorang Jepang pun menjadi anggota.”
Panitia bekerja cepat dan efektif. Tapi keraguan muncul karena dalam percaturan regional, sang pemberi kemerdekaan, Jepang, makin terdesak. Walau tentara Jepang masih ada dan secara administratif masih hadir, udara Asia Tenggara telah dipenuhi pesawat tempur Sekutu.
Tapi keraguan itu sirna ketika Soekarno – Hatta (juga dr. Radjiman dan dokter pribadi Soekarno, dr. Soeharto) diundang Marsekal Pangeran Hisaichi Terauchi, Panglima Besar Jepang Wilayah Selatan, di Dalat, dan mendapat jaminan untuk mengawal transisi menuju kemerdekaan.
Baca juga: Mangil, Kepala Polisi Pengawal Bung Karno yang Ternyata Tak Tahu Jika Proklamasi akan Dibacakan
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR