Namun, yang paling banyak memakan pikirannya adalah tugas menyeleksi tamu yang ingin menghadap Bung Hatta.
Wangsa diberi kepercayaan menjawab langsung pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para tamu.
Hanya masalah-masalah yang sangat prinsipal yang dibawa dan diputuskan sendiri oleh Bung Hatta.
"Saya memang ketat menyeleksi tamu. Soalnya, jumlahnya sangat banyak. Orang atau organisasi yang datang hanya untuk minta sumbangan 'kan tidak perlu bertemu langsung dengan Bung Hatta," kata Wangsa sambil terkekeh.
Orang-orang yang mau mengerti tugasnya bisa maklum jika ditolak, tapi tak jarang Wangsa menerima cacian dari mereka yang tak berhasil menghadap Bung Hatta.
Setelah Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan wapres, tugas Wangsa tak banyak berkurang.
Walau tak lagi punya jabatan resmi, Bung Hatta tetap seorang negarawan yang banyak berhubungan dengan pejabat-pejabat dan tokoh-tokoh penting, baik orang Indonesia maupun asing.
Baca juga: Hatta & Buku: Koleksinya Boleh Dipinjam, Asal...
Uang pensiunnya Rp 200 ribu
Wangsa kini tinggal di Jl. Subang, Menteng, Jakarta Pusat. Rumah yang ditempatinya sejak ia pindah lagi ke Jakarta dari Yogya pada tahun 1950 ini tadinya rumah dinas. Setelah dibeli dengan mencicil, kini sudah menjadi miliknya pribadi.
Waktu dikunjungi di rumahnya yang besar namun sederhana, Wangsa sedang asyik mengetik di ruang kerjanya. Ia tengah merampungkan buku tentang pengalaman dan kenangan pribadinya bersama Bung Hatta.
Buku berjudul Mengenang Bung Hatta tersebut kini sudah terbit.
Menulis bukan satu-satunya kesibukan Wangsa untuk mengisi hari tuanya. Ia juga masih aktif sebagai pengurus Yayasan Idayu dan Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri.
Namun, Wangsa lebih banyak bekerja di rumah. Kalau sesekali harus keluar, ia diantar dengan mobil oleh supirnya.
Kondisi kesehatannya yang terus memburuk memaksa Wangsa tak bisa lagi seaktif dulu. "Tahun 1970-an saya masih biasa jalan kaki dari Taman Suropati ke Monas. Sekarang, shalat saja saya lakukan dengan duduk."
Terutama sakit di kakinyalah yang dirasa amat mengganggu. Adanya kelainan pada jaringan sarafnya, membuat kedua tungkai Wangsa kerap membengkak.
Wangsa kini hidup dari honor tulisan dan bukunya, serta tiga uang pensiunnya. Di samping pensiun sebagai pegawai negeri, ia juga menerima uang pensiun sebagai perintis kemerdekaan dan sebagai bekas anggota KNIP.
"KNIP itu 'kan sama dengan DPR sekarang. KNIP-lah yang mengesahkan UUD 1945, presiden dan wakil presiden. Pensiun anggota DPR 'kan besar. Bekas anggota KNIP kok cuma diberi Rp 200 ribu?"
Baca juga: Ketika 'Sang Proklamator' Mendekam Di Istal Kuda
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR