Pesta di malam hari sangat meriah. Anak-anak Indonesia yang bisa masak-memasak bersedia membantu dan akan membaur dengan koki resmi di kapal khusus untuk mengolah masakan ala Indonesia yang jarang bisa diperoleh di kapal.
Jatah makanan harian di kapal membosankan, meskipun bahan-bahannya sangat mewah dan bermutu. Di kapal tidak ada ikan asin, sambal terasi, tahu dan tempe serta gado-gado.
Karena itu sekali-sekali dalam pesta peringatan hari kemerdekaan kami harus bisa menikmati makanan khas seperti di rumah, kami sangat ketagihan dan ... suara bulat setuju.
Tiga hari sebelumnya, ketika kapal masih di New York, dua orang diberi tugas untuk belanja bahan-bahan mentah di Chinatown. Tidak dikira, di toko-toko Cina itu banyak bahan makanan yang bisa cocok dengan selera dan lidah Indonesia.
Di sana ada dijual tahu mentah, telur asin, ketela, buah mangga dari Haiti, daging bakso dalam kemasan, sambal tabasco, sambal pecal kemasan dan sambal botolan buatan Hong Kong, rempah-rempah dan buah kelapa.
Pokoknya, mau bikin sayur lodeh, bisa; mau bikin opor, bisa; mau bikin sate ayam, bisa; mau bikin kolak pisang, bisa; mau bikin singkong goreng, bisa. Pesta makan pada hari kemerdekaan di negara asing dan di tengah laut itu benar-benar seperti makan di kampung, nikmat, hingga spontan ingat anak-istri yang jauh di rumah.
Para perwira kapal, termasuk si nakhoda, menyadari adanya keharusan betapa pentingnya merayakan hari besar masing-masing negara. Mereka tidak bisa melarang, karena ini menyangkut politik.
Mereka tidak bisa mengalangi kehendak kami untuk merayakan hari nasional. Malahan dalam kenyataannya mereka justru menaruh simpati dan bersedia membantu.
Buktinya, para koki dan alat musik untuk hiburan dipinjamkan kepada kami untuk suksesnya perayaan 17 Agustus itu, bahkan bahan-bahan baku mentah seperti beras, kentang, daging dan ayam yang mestinya jatah untuk para turis, dikurangi untuk disumbangkan kepada kami secara cuma-cuma.
Acara detik-detik proklamasi
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR