Malah ia memakai kemeja yang paling banyak bertisikan, yang belum pernah saya lihat pada pegawai mana pun dalam suatu pemerintahan di mana kesederhanaan berpakaian berlaku sebagai suatu norma.
Baca juga: Terkenal Gagah Berani, Bung Karno Ternyata Tidak Tegaan Melihat Binatang Tersiksa atau Diburu
Kemudian barulah saya ketahui bahwa beberapa dari stafnya merasa perlu patungan agar menteri mereka dapat memperoleh barang satu setel pakaian yang pantas dipakai pada saat-saat penting." (G. Me Turnan Kahin, "Mohammad Natsir" 330):
Bung Karno makan sate di kaki lima
Setelah dipilih untuk menduduki jabatan tertinggi negara, Presiden baru, pulang berjalan kaki.
"Di tengah jalan aku bertemu dengan seorang penjual sate di pinggir jalan, makanan nasional, yang merupakaan salah satu kegemaran kami. Yang Mulia Presiden Republik Indonesia memanggil tukang sate yang tak beralas kaki itu lalu mengeluarkan perintah eksekutifnya yang pertama:
Baca juga: Gara-gara Harus Memberikan Sumbangan pada Bung Karno, Diturunkan Pangkatnya di Istana Merdeka
"Bang, bakarkan 50 tusuk sate ayam". "Aku berjongkok di tepi jalan dekat selokan dan sampah lalu makan dan itulah seluruh pesta besar untuk merayakan pengangkatanku." (Cindy Adams 222)
Sahardjo SH pulang balik Solo-Yogya bersepeda
Dr. Sahardjo SH sewaktu masih menjadi pejabat tinggi pada Kementerian Kehakiman di ibukota RI Yogyakarta, tidak mampu menyewa rumah di kota itu, sebab sewa rumah membubung karena pemerintah RI hijrah dari Jakarta ke Yogya.
Keluarganya di "titip"kan di pavilyun keluarga seorang saudagar batik di Surakarta, sedang Pak Sahardjo sendiri menyewa kamar di Yogya. Tiap Sabtu siang seusai kantor, ia pulang menjenguk keluarga ke Solo naik sepeda.
Baca juga: Terbiasa Hidup Susah, Bung Karno Pun Jadi 'Penyelundup' Saat Diasingkan ke Flores
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR