Lahir di Kampung Blauran, Surabaya, 3 Oktober 1920. Sejak ayahnya, Kartawan Ciptowijoyo, dipecat dari jabatannya sebagai kontroler pajak di kantor Kotamadya, mereka pindah ke Kampung Tembok, di sebuah rumah pondokan yang sempit dan miskin.
Dalam keadaan pailit dan kerja ayahnya yang tak menentu. Sebagai anak sulung Sutomo merasa bertanggungjawab terhadap keempat adiknya yang lain (kemudian lahir 2 adiknya lagi).
Baca juga: Bung Karno Pejuang Kemerdekaan yang Justru Semakin 'Sakti' Setelah Dipenjara Oleh Belanda
Pagi hari, setelah sarapan singkong dan minum teh dengan gula jawa, ia pergi ke setasiun Pasar Turi, jualan koran. Siangnya ia mencoba belajar sedikit, yang dilanjutkannya pada malam hari. (Waktu itu ia telah memutuskan ke luar dari sekolahnya di MULO, sampal kelas 2. Lalu ia melanjutkan belajar secara tertulis/korespondensi di tingkat HBS).
Sore hari menjadi pembantu tukang penatu, mengantar pakaian kepada langganan. Ia pun menjadi kacung bola di lapangan tenis, serta membantu kawannya di sebuah percetakan.
Berkat kawannya yang memiliki percetakan itulah ia berhasil menerbltkan tulisannya tentang riwayat hidup Lord Baden Powell. "Orang yang paling saya kagumi. Saya menangis waktu saya dengar berita kematiannya dari radio tetangga."
Karena rasa hormatnya yang besar kepada bapak kepanduan itu, ia mencoba menulis dan membukukan riwayat hidupnya. Buku yang tebalnya 52 halaman itu menjadi buku "bestseller" waktu itu.
Baca juga: Menyeramkan! Selama 40 Tahun Ada Peluru Bersarang di Tubuh Pejuang Kemerdekaan Ini
Selesai kawannya mencetak, ia sendiri yang menjualnya dari rumah ke rumah, kepada teman-teman sesama pandu, bahkan sampai ke kota-kota lain. Harganya seketip (10 sen). Dan laku sampai 2000 eksemplar.
Memimpin gajah
Keberaniannya mulai terpupuk sejak masuk kepanduan. Mulai usia 12 tahun ia masuk menjadi anggauta Kepanduan Bangsa Indonesia. Pemah menjadi kepala regu waktu berusia 13 tahun. Regunya mereka beri nama Regu Gajah.
Suatu ketika sewaktu ia sedang memimpin regunya keliling kota, mereka menemui musibah kebakaran di sebuah rumah milik seorang Tionghoa. Mereka melihat seorang ibu yang sedang menangis karena bayinya masih terkurung di dalam rumahnya yang sedang dilanda amukan api. Tak seorang pun berani menolongnya.
Source | : | Majalah HAI |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR