Sedangkan personil lainnya memainkan alat musik dong ko, sio lo, twa lo, seruling, teo yam (rebab) dan Er Hu (rebab besar).
Untuk sekali tanggapan bervariasi, sekitar Rp 4 juta per penampilan.
"Untuk mendatangkan kelompok Lima Merpati, kami mengeluarkan biaya sekitar Rp 48 juta untuk tampil selama 10 hari," kata Agus Hartono, pengurus klenteng Tien Kok Sie.
Wayang potehi biasanya digelar untuk menghibur dewa atau dewi tuan rumah klenteng.
Demikian juga, kehadiran Lima Merpati di klenteng Tien Kok Sie untuk menghibur tuan rumah klenteng, dewa Kwan She Im Poo.
Menolak mati
Perjalanan wayang potehi di Indonesia memang penuh aral melintang.
Zaman pemerintahan Soeharto wayang ini kesulitan dipentaskan karena adanya Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967
Setelah Inpres itu dicabut oeh Presiden Abdurrahman Wahid, banyak yang sudah melupakan dan kesulitan dalam regenerasi.
"Untuk itu, kami berusaha rutin mengundang wayang potehi ke klenteng ini," kata Welly, pengurus klenteng Tien Kok Sie lainnya.
Dengan terus membua kesempatan pementasan, maka diharapkan wayang ini akan terus eksis, syukur-syukur berkembang.
"Saya juga melihat ini sebagai aset budaya yang sayang jika dibiarkan mati. Mungkin, ke depan kita perlu membuat terobosan untuk merevitalisasi wayang potehi," kata Welly.
Penulis | : | Hery Prasetyo |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR