Inilah sebabnya mengapa start tidak dilakukan di Ibukota Majapahit, untuk menghindari kemungkinan timbulnyja kericuhan-kericuhan ataupun kerusakan-kerusakan di Ibukota. Gajah Mada sebagai pemimpin perjalanan benar-benar seorang organisator yang ulung.
Menentukan rute perjalanan, menentukan tempat-tempat untuk menginap, mengatur makan dan minum bagi para peserta Yang berjumlah seribu lebih berikut hewan-hewan penariknya bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.
Sebab bila tidak dipersiapkan lebih dahulu, maka seluruh persediaan makanan yang ada didesa tempaT menginap rombongan pastilah akan habis dimakan oleh anggota rombongan saja.
Karavan bergerak diatur selambat mungkin untuk menghindari banjaknya debu-debu yang mengenai rombongan dibelakang. Axya Mahadhikara, seorang Pendeta kerajaan yang dianggap mengetahui segala gejala-gejala alam, terus mendampingi Gajah Mada untuk menentukan kapan iring-iringan harus berhenti diluar waktu yang telah ditentukan.
Baca juga: Benarkah Majapahit Pernah Menguasai Seantero Nusantara? Arkeolog: Itu Omong Kosong!
Waktu yang sudah ditentukan untuk berhenti adalah siang hari; jadi kendaraan-kendaraan bergerak menjelang senja, berhenti sebentar waktu sendhyakala . (=magrib), berangkat lagi sepanjang malam hingga keesokan harinya.
Hal itu dilakukan untuk menghindari teriknya matahari di siang hari, karena gerak iring-iringan terpaksa amat lambat.
Ekses-ekses selama perjalanan
Apa yang mungkin dapat terjadi diantara sesama anggota rombongan selama perjalanan yang memakan waktu berhari-hari itu terutama dalam saat-saat berkemah atau menginap, tidak usah dituturkan lagi.
Baca juga: Benarkah Keberadaan Tulisan Arab pada Nisan Kerajaan Majapahit Bisa Jadi Bukti Gajah Mada Muslim?
Banyak anggota-anggota rombongan yang keluar dari rombongannya, dengan perhitungan bahwa ketinggalan beberapa kilometer jauhnya pun mereka akan sanggup menyusulnya, karena gerak iring-iringan yang amat lambat itu.
Pengawasan yang seksama tentunya tidak mungkin dilaksanakan, mengingat banyaknja jumlah peserta anggota rombongan “ngluyur", masuk ke desa-desa yang ada disekitarnya, menjarah, merampas dan melakukan perbuatan-perbuatan lainnya lagi yang tidak dapat dihindari oleh penduduk desa yang tidak berdaya.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR