Namun ketenangan itu tak berlangsung lama. LP gempar setelah pada 2 Mei 2005, Iwan ditemukan tewas di kamar mandi sel. Kondisinya sungguh mengenaskan. Tulang tengkorak retak dan kulit kepala sobek sepanjang 5 cm, lebar 0,5 cm.
Di dinding dekat tempatnya jatuh bersimbah darah, ada noda-noda percikan darah. Tampak Iwan mati dibunuh seseorang dengan cara dibenturkan ke dinding. Tudingan langsung mengarah kepada Rio, karena saat itu sel hanya dihuni tiga orang.
Awalnya Rio berkelit. Polisi sampai harus merencanakan tes mendalam terhadap noda-noda darah di sarung milik Rio. Tapi dengan sejumlah pendekatan, akhirnya ia mengaku telah membunuh Iwan lantaran kesal.
Pada malam kejadian, sekitar pukul 21.30, Rio memanggil Iwan untuk mengajarinya mengaji. Tapi acara itu harus terganggu karena hujan membuat atap bocor dan airnya menggenangi lantai.
Iwan lalu mengepel lantai, sementara Rio hanya duduk-duduk saja di dipan. Saat itulah Iwan sempat mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaan Rio. Kata Iwan, Rio boleh saja ditakuti di luar, tapi di dalam LP tidak punya jalu.
Merasa tersinggung, Rio langsung menyerang. Iwan dibekap dengan sarung, mulutnya disumpal kain. Kepalanya dibenturkan ke dinding berkali-kali. Suasana sel sempat gaduh, tapi petugas saat itu mengaku tidak mendengarnya lantaran hujan turun sangat deras.
Setelah kegaduhan di sel semakin menjadi, petugas langsung berkoordinasi dan segera menyerbu masuk ke dalam sel nomor 6. Di sana Iwan sudah ditemukan tergeletak bersimbah darah.
Di beberapa bagian kepala ada luka memar, kelopak mata dan dahi kiri bengkak, serta tiga giginya patah.
Setelah malam itu, Rio dipindah ke sel khusus untuk diisolasi dan untuk memperlancar pemeriksaan. Iwan adalah korban Rio yang kelima. Dan tragisnya, Rio melakukan pembunuhan itu tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-27!
Jadi sorotan media massa
Peristiwa pembunuhan di LP Permisan segera menjadi berita panas di media massa. Masyarakat kembali teringat akan Rio "Si Martil Maut" yang beraksi kembali, tapi kini dengan tangan kosong.
Sistem pengamanan LP yang dinilai lemah, kelengahan petugas, sampai penanganan negara terhadap para narapidana di lembaga pemasyarakatan jadi sorotan di media massa.
Di media juga sempat terjadi polemik tentang kelanjutan proses hukum terhadap pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang terpidana mati. Maklum, untuk memprosesnya bukan hal mudah, karena TKP di sebuah LP yang punya banyak keterbatasan.
Menanggapinya, polisi berkomitmen untuk tetap melakukan penyidikan terhadap Rio.
Sementara itu, kelanjutan proses hukum terhadap kasus Rio sebelumnya masih terus bergulir. Namun hasilnya, mulai dari tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), Grasi, sampai Peninjauan Kembali (PK) tidak menguntungkan Rio.
la tetap harus menghadapi regu tembak. 1 April 2008, surat penolakan PK dari MA diterima Kejaksaan Negeri Purwokerto. Artinya Rio harus segera dieksekusi dalam waktu dekat.
Situasi dunia hukum di Indonesia sendiri, pertengahan 2008 itu, kebetulan tidak berpihak bagi Rio. Ketika itu ada beberapa terpidana mati yang eksekusinya sudah jatuh tempo. Sorotan media begitu gencar, karena tahun itu saja Kejaksaan punya agenda menembak mati delapan orang terpidana.
Jumlah yang tinggi, di tengah negara-negara di dunia yang umumnya telah menghapus hukuman mati demi alasan HAM.
Rio tak berkomentar tentang eksekusi yang akan dilaksanakan di Purwokerto, sesuai lokasi terjadinya tindak kejahatan. Situasi haru justru terjadi lantaran pihak keluarga, yakni istri dan tiga anaknya yang belum lagi berusia sepuluh tahun, sulit untuk sekadar menengok Rio.
Berkali-kali permohonan untuk bertemu di Nusakambangan tidak mendapat izin.
Baru setelah Rio dipindahkan ke LP di Purwokerto, kurang dari sepekan menjelang eksekusi, keluarga kecil itu bisa berkumpul. Kesempatan itu pun terjadi untuk memenuhi satu dari tiga permintaan terakhir Rio.
Kehadiran Tuti dan ketiga anaknya juga tak lepas dari usaha sebuah stasiun televisi yang juga berkepentingan soal pemberitaan terpidana mati itu.
Pertemuan selama sekitar empat setengah jam, pukul 17.00 - 21.30, pada 4 Agustus 2008, berlangsung mengharukan. Untuk terakhir kali, Rio bercengkerama dengan anak-anaknya yang sudah terasa semakin tumbuh besar sejak terakhir kali ia memeluk mereka.
Sebenarnya, sejak kasus hukum Rio bergulir, ia enggan melibatkan keluarganya. Kepada pengacaranya, ia selalu berpesan untuk tidak membawa-bawa mereka. Malah ia sebenarnya minta agar eksekusinya dirahasiakan saja dari keluarga. "Biar ini semua saya tanggung sendiri," ujar pria yang baru sepuluh tahun menikah itu.
Seusai pertemuan terakhir dengan suaminya, Tuti yang terlihat tak henti menangis tidak memberi komentar apa pun kepada puluhan wartawan yang menunggunya.
Tiga permintaan terakhir
Wartawan mungkin adalah pihak yang paling resah menanti pelaksanaan eksekusi mati Rio. Seperti biasa, Kejaksaan tidak pernah mengumumkan secara pasti tentang waktu dan tempat pelaksanaannya.
Berita-berita media massa rupanya ikut memancing masyarakat Purwokerto mendatangi LP dan berharap dapat melihat terpidana. Masyarakat juga menduga-duga tempat pelaksaan eksekusi dan menunggu di sana.
Sementara itu di dalam LP, menjelang hari-hari terakhirnya, Rio memilih untuk menyendiri. Sifat tertutupnya mulai muncul. Ia tak mau ditemui oleh siapa pun. Termasuk Pranoto, pengacaranya, yang bahkan mengaku tak tahu tentang kepastian waktu eksekusi karena tidak kunjung menerima surat dari Kejaksaan.
(Racun Favorit Suster Jane yang Telah Membunuh 50 Orang Tak Bersalah)
Pranoto berkisah, ada tiga permintaan terakhir Rio. Pertama, bertemu keluarganya. Kedua, ia meminta maaf kepada seluruh keluarga korban. Ketiga, ia ingin memberikan Alquran kepada keluarganya, termasuk satu buah diberikan juga kepada pengacaranya.
Rio juga sempat berpesan agar baju-bajunya diberikan saja kepada napi yang membutuhkan. Kematian akhirnya menjemput "Si Martil Maut", 8 Agustus 2008, pukul 00.30. Rio dieksekusi oleh 12 orang anggota regu tembak di Desa Cipedok, Kecamatan Cilongok, Banyumas.
Karena sejak semula istri Rio sudah menyatakan tidak sanggup memakamkan jenazah suaminya lantaran ketiadaan uang, Kejaksaan yang akhimya mengurus. Keluarga dari pihak Rio sendiri sudah tidak diketahui keberadaannya.
Sesaat setelah eksekusi, sejumlah media massa sempat memberitakan penolakan sejumlah warga di Kelurahan Berkoh, Purwokerto, jika Rio dimakamkan di wilayah mereka. Tapi akhimya Kejaksaan berhasil mendapatkan tempat di TPU Sipoh, Desa Kejawar, Kecamatan Banyumas, di blok makam orang-orang tak dikenal.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR