Intisari-Online.com - Kalau mendiang Margaret Thatcher dijuluki “Perempuan Besi” (Iron Lady), Benua Afrika juga mengenal perempuan dengan julukan sama. Dialah Ellen Johnson Sirleaf (74), Presiden Liberia sejak 16 Januari 2006.
Master ekonomi lulusan Harvard yang lama berkecimpung di lembaga internasional itu terpanggil untuk pulang dan berkompetisi dalam pemilihan presiden. Kalah pada 1997, tapi menang pada 2005. Ia perempuan pertama yang menjadi presiden di Benua Afrika.
Memasuki ajang pemilihan presiden di negara yang bertahun-tahun dilanda perang saudara sungguh menunjukkan nyali Sirleaf. Kalimat yang kemudian menjadi mantranya selama memerintah juga cermin dari keberanian dia, “Jangan takut memberantas ketidakadilan.”
Dari Amerika Selatan, Dilma Vana Linhares Rousseff, mantan gerilyawati yang menjadi Presiden Brasil sejak 1 Januari 2011, menghardik Presiden Obama dalam perbincangan mereka di Gedung Putih, 9 April 2012.
Ia mengatakan, kebijakan perekonomian AS dan negara-negara maju lain yang mematok suku bunga rendah menyebabkan mata uang negara berkembang lebih mahal dan itu akan melemahkan ekspor mereka.
“Ini mengganggu momentum pertumbuhan di negara berkembang,” kata Rousseff seperti dikutip kantor berita AP.
Dalam pertemuan selama 75 menit itu Rousseff juga mengecam kebijakan politik permusuhan yang dikembangkan AS terhadap Suriah, Iran, dan Kuba.
Di bulan yang sama, rekan Rousseff di Amerika Selatan, Presiden Argentina Cristina Fernandez de Kirchner, juga melakukan langkah mengejutkan.
Ia menasionalisasi raksasa minyak yang merupakan perusahaan terbesar di Argentina, YPF, tanpa mengindahkan keberatan dari pemilik saham terbesarnya, perusahaan perminyakan multinasional asal Spanyol, Repsol.
Di Argentina, Presiden Cristina Fernandez dianggap sebagai penerus yang melanggengkan kekuasaan suaminya, Nestor Kirchner, Presiden Argentina 2003 – 2007 (dan meninggal karena serangan jantung pada 2010).
Sekalipun dianggap berhasil mengembalikan kemakmuran rakyat Argentina, di dalam negeri banyak orang tak suka dan menilai pasangan suami-istri itu korup dan tak mampu memberantas korupsi.
Pengambilalihan – tepatnya pembelian saham secara paksa - saham Repsol di YPF tentu memperoleh dukungan besar di dalam negeri, bahkan oposisi di Kongres.
Penulis | : | Andrew Bari Dianto |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR