Ia membantingku di atas ranjang dan merenggut pakaianku. Aku telanjang terbaring di ranjang. Ujung pedangnya menelusuri seluruh tubuh, ke atas dan ke bawah.
Turun naik terus-menerus. Aku dapat merasakan baja dingin itu di kulit, selagi pedang itu melalui tenggorokan, dada, perut, dan kaki.
Ia memperlakukanku seperti kucing mempermainkan tikus tak berdaya. Permainan itu berlangsung beberapa lama. Kemudian ia melepas pakaian.
Aku menyadari bahwa ia tidak berniat membunuhku. Ia menindihku dan mulai menekanku dengan tubuhnya yang berat. Aku mencoba melawan.
Kutendang, kucakar dia. Tapi ia terlalu kuat. Wajahku digenangi air mata, sementara ia memperkosa diriku.
Aku tak dapat menemukan kata-kata untuk melukiskan perkosaan yang kejam dan biadab ini. Seluruh tubuhku menggigil ketika akhirnya keluar dari kamar.
Aku menyambar sisa-sisa pakaianku dan lari ke kamar mandi. Aku ingin mencuci segala kotoran, kejengahan, dan rasa sakit tubuhku.
Di kamar mandi aku berjumpa dengan beberapa gadis lain. Kami semua menangis. Tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Kami membersihkan dan mencuci diri seolah-olah kami dapat membersihkan segala yang telah menimpa diri kami.
Aku tidak berani kembali ke kamar makan atau kamar tidur. Aku memutuskan bersembunyi di kamar serambi belakang, sementara jantungku terus berdebar.
"Ya Tuhan, jangan sampai ada orang yang menemukanku," doaku. Seluruh tubuhku menggigil ketakutan. "Aku tak tahan menderitanya sekali lagi," pikirku.
Tetapi sebentar kemudian terdengar suara-suara marah dan derap kaki mendekat. Aku diseret ke luar dari tempat persembunyianku.
Malam itu belum selesai. Masih ada Jepang-Jepang lain lagi menanti giliran. Kejadian mengerikan itu dimulai lagi dari permulaan.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR