Pada suatu pagi kami diberi tahu bahwa kami harus memeriksakan diri kepada dokter. Dalam setiap pemeriksaan, tiap gadis ditemani gadis lain untuk saling menguatkan.
Aku merasa sepenuhnya terhina atas pemeriksaan tersebut. Di dalam kamar periksa dokter itu tak ada pintu.
Penghinaan itu makin diperberat, karena adanya beberapa orang Jepang lain yang menonton. Mereka masuk ke dalam kamar atau berdiri di ambang pintu luar, sambil menonton kami sementara diperiksa.
Sempat hamil
Selama tahun-tahun pendudukan Jepang aku hanya menjumpai satu orang Jepang yang mengenal sopan santun. Berkat dialah aku dapat bemapas istirahat selama beberapa minggu. Kisahnya begini.
Kebetulan kakak perempuanku yang tertua tinggal dan bekerja di Semarang. la tidak diinternir Jepang, karena menduduki jabatan penting pada NIS (Nederlands-Indische Spoorwegen = Jawatan Kereta Api Hindia Belanda).
Rupanya Jepang menghargai jasa kakak, seperti juga beberapa orang Eropa lainnya yang jasanya diperlukan - juga tak diinternir.
Pada suatu hari aku minta kepada pembantu lelaki, agar menolong mengantarkan surat kepada kakak perempuanku di kota. la mengatakan sanggup mengantar surat itu, karena ia iba dengan "noni Belanda" dan ingin menolongku.
Kakakku sangat terkejut membaca berita dan mengetahui penganiayaan yang menimpa diriku. Bagaimana ia bisa menolongku? Ia lalu menghubungi seorang Jepang bernama Yodi - juga pegawai NIS. Yodi mendengarkan kisah perihalku. Ia sangat terharu dan bersedia menolongku.
Rencananya Yodi akan mengunjungi bordil, dan akan "menebusku" selama semalam, sehingga aku tidak dapat diperkosa oleh satu orang Jepang pun.
Dengan perantaraan kurir tadi, aku memperoleh surat dari kakak perempuanku. Aku menangis kegirangan ketika melihat tulisan tangan kakakku.
Ia begitu dekat namun juga begitu jauh. Dalam surat itu kakakku memberi tahu bahwa aku boleh mengharapkan kunjungan Yodi.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR