Keberadaan IT sebagai produsen dan distributor diabaikan. Hakim bermurah hati mengganjar dia 13 tahun penjara, dan tambahan 3 tahun untuk kepemilikan senjata.
Kamarnya di Kerobokan bagai hotel dengan peralatan elektronik langkap, meski sering ditinggal keluar dengan surat jaminan dari Kepala LP.
IT mengubah bangunan kosong bekas percetakan di dekat lapangan tenis menjadi pabrik mebel.
Ia memasok bahan dan mesin seharga Rp470 juta. Juga mempekerjakan 42 napi dengan gaji mingguan yang layak. Ia juga membagi keuntungan kepada LP.
Tapi belakangan orang tahu itu kedok belaka. Di balik bunyi mesin mebel, aktivitas pencetakan ekstasi menjadi tersamar. Dengan uang, pabrik ekstasi IT aman terlindung. Polisi tak bisa sembarangan masuk. Mereka perlu surat untuk memeriksa.
Dinamika berubah dengan masuknya napi teroris Amrozi cs. Dakwah mereka menyebar ke seantero penjara, bahkan berhasil memunculkan pengikut fanatik.
Ketika Bom Bali I melahirkan tragedi susulan Bom Bali II (2005), para teroris dipindahkan ke Nusakambangan. Tapi kondisi paling kejam terjadi sejak masuknya geng preman LB beserta pemimpinnya, AA, karena kasus pembunuhan.
Mereka benar-benar menguasai LP. Para petugas takut karena keluarga mereka diancam. Geng itu memelonco tahanan baru, dan tak hanya sekali-dua memperkosa napi perempuan.
Di masa itu banyak kasus kematian misterius. Meski rata-rata karena gantung diri, tapi para penghuni tahu itu gabungan antara overdosis dan siksaan.
Black Monster
Blok perempuan memiliki masalahnya sendiri. Tak hanya ladang subur bagi tumbuhnya lesbianisme, di sana pun perkelahian gara-gara rebutan pasangan bisa meledak hebat.
Tokoh "playboy" di antara napi perempuan adalah Renae Lawrence, satu-satunya perempuan anggota sindikat narkoba Australia Bali Nine.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR