Timmy mengaku, kemunculan Kitabisa didasari karena banyaknya orang yang melakukan pekerjaan sosial. Mereka memiliki banyak ide namun kekurangan dana. Di lain hal, tidak sedikit orang yang ingin membantu dan berkontribusi tetapi tidak tahu kepada siapa donasi diberikan.
“Makanya kita buat Kitabisa untuk menjadi jembatan antara keduanya,” jelas Timmy.
Pendanaan yang cukup agar berkelanjutan
Sebelumnya, Timmy tak pernah berpikir akan terjun ke dunia bisnis sosial. Apalagi masih terkesan sebagai hal yang baru untuk masyarakat Indonesia.
Namun, pengalamannya terlibat di berbagai kegiatan sosial ditambah fokus kuliahnya di jurusan ekonomilah yang membuatnya terdorong untuk berkecimpung di bisnis pendanaan kolaboratif. Menurut Timmy, sebuah program sosial harus didukung dengan nilai-nilai berbagi dan pendanaan yang cukup agar berkelanjutan.
Timmy mengaku, salah satu sumber inspirasinya adalah ayahnya yang kini berada di daerah pedalaman Sumatra Barat. Seolah tak kenal lelah, ayahnya yang dokter terus berjuang untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Menariknya lagi, jasa pengobatan yang diberikan hanya dibayar dengan buah.
Padahal, jika bisa memilih, ayahnya bisa saja bekerja di Jakarta dengan berbagai fasilitas yang didapatkan. “Dari situ saya mulai memahami nilai sosial dan bertekad untuk terus memberikan manfaat kepada orang lain,” jelas Timmy.
Jiwa sosial Timmy semakin menguat ketika memasuki dunia perkuliahan. Maklum, ia termasuk mahasiswa yang aktif. Tidak jarang ia melakukan kunjungan ke wilayah-wilayah pedalaman untuk mengamati kehidupan sosial warga setempat.
Menurutnya, selama ini banyak orang yang melihat permasalahan sosial dari kejauhan sehingga tidak dapat mengamati secara langsung faktor-faktor kemiskinan yang ada. Dengan sering berkunjung, maka akan ada panggilan untuk terlibat dan berkontribusi.
Setelah lulus kuliah, Timmy memantapkan diri untuk menggeluti bisnis sosial. Di saat kebanyakan rekannya memilih untuk berkecimpung dalam dunia korporat yang dinilai lebih bergengsi, Timmy dengan tegas tetap ingin membuat perubahan lewat NGO untuk mendukung berbagai program sosial.
“Tantangannya, kerja di lembaga nonprofit biasanya dianggap kelas dua,” ungkap Timmy.
Hal terpenting bagi pemuda berusia 25 tahun tersebut adalah bekerja dengan memberikan dampak sosial dan tetap menunjukkan profesionalisme. Berawal dari sinilah Timmy membentuk Kitabisa.
Source | : | intisari edisi februari 2012 |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR