Rio bersyukur para peserta tur di Rhema Tour memahami kondisi ini, karena di luar kemampuan dari perusahaan. Saat ini ada sebagian peserta yang setuju dengan tawaran pengalihan tujuan wisata. Namun tak sedikit pula yang pilih menunggu keberangkatan ke Yerusalem setelah ada kepastian.
Memang dampak dari kebijakan Israel menutup pintu bagi turis Indonesia ini tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan maupun konsumen.
“Kami merasa tidak ada yang rugi. Ditunda sambil menunggu kabar bukan suatu kerugian karena kami percaya akan dibuka kembali,” tegas Rio.
Rio mengklaim dalam setahun, Rhema bisa membawa peserta tour Israel kurang lebih sebanyak 1.800 orang. Paket yang ditawarkan oleh Rhema Tour untuk Holyland sekitar US$ 3.990 per orang.
Kendati belum ada putusan pasti akan kebijakan tersebut, pihak Rhema Tour tetap melakukan penawaran perjalanan Holyland. Rio mengaku penawaran pada konsumen masih berjalan seperti biasanya. Perjalanan yang ditawarkan bahkan hingga Maret 2019.
“Kami tetap mengakomodasi turis yang berniat mengunjungi Israel. Nanti begitu larangan dicabut, kami tidak perlu kerja lagi dari nol. Ya, sekarang ini lari-lari kecil sambil menunggu keputusan,” kata Rio.
Berbeda dengan Rhema Tour, Adinda Azzhara Tour yang sudah berpengalaman menawarkan paket wisata muslim ke Israel khususnya Yerusalem terpaksa menghentikan penawaran ke Israel sejak kebijakan pelarangan itu diumumkan.
Menurut Ega, salah satu staf Adinda Azzhara Tour, pihaknya memberangkatkan peserta ke Israel terakhir pada Maret-April 2018.
“Memang tidak banyak yang ke Yerusalem. Biasanya, kami menawarkan terpisah dengan umrah. Tapi sejak ada pengumuman itu, kami hentikan,” kata Ega. Biasanya untuk paket wisata ziarah ini diawali dari Kairo kemudian menuju Yerusalem dan Amman Yordania.
Langkah serupa juga dilakukan Panorama Group. Vice President Brand and Communication Panorama Group AB Sadewa mengatakan, setelah adanya kebijakan dari Pemerintah Israel menutup pintu bagi warga Indonesia, Panorama menghentikan penawaran perjalanan ke Holyland. Panorama terakhir kali memberangkatkan peserta tur ke Israel Mei 2018.
Menurut Sadewa, porsi perjalanan Holyland ke Israel yang mereka tawarkan tidak banyak. Karena memang tidak fokus menggarap wisata ziarah.
“Panorama punya produk Holyland tetapi paling cuma 5% dari inventory ya, bukan total transaksi. Tapi akibat kejadian yang dirugikan bukan cuma perusahaan tur, tapi juga seluruh warga Indonesia,” ujar Sadewa.
Panorama biasanya memberangkatkan tur Holyland tiga bulan sekali. Selagi Israel terutup bagi WNI, Panorama menawarkan tur ke Yordania dan ke daerah Abu Dhabi, Kairo, Betlehem, Tiberias, Petra, dan Amman. Adapun harga paketnya mulai dari Rp 28,5 juta.
Pengelola TourKita.com, Suhendro Sandi, juga menyetop penawaran tur Holyland. Padahal perusahaan ini baru mulai tahun lalu mencari peruntungan bisnis tur wisata Holyland. “Kami baru mulai tawarkan paket tur ini, dan memberangkatkan satu gup tahun lalu. Tahun ini rencananya ada dua grup tapi kami cancel,” katanya.
Tampaknya pelaku bisnis perjalanan wisata tak bisa berbuat banyak terhadap kebijakan tersebut. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Asnawi Bahar mengatakan, sebagian pelaku industri wisata kini pilih mengalihkan fokus paket wisata ke Vatikan.
Asnawi juga berlega hati karena asosiasi perjalanan wisata Israel memiliki keluhan yang sama dengan kondisi ini. “Mereka juga memprotes kebijakan ini karena juga merugikan industri wisata Israel,” katanya.
Namun, Aldo Rinaldi Koeswara, Direktur PT Stella Kwarta Wisata, menilai, tujuan Vatikan tidak bisa menggantikan Yerusalem, terutama bagi turis Kristen yang gemar dengan ibadah di Yerusalem, Betlehem, Nazaret, Kana, dan Galilea.
Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Laporan Utama Tabloid KONTAN edisi 25 Juni - 1 Juli 2018. Artikel berikut data dan infografis selengkapnya silakan klik link berikut: "Lebih Bersabar agar Bisa ke Tanah Suci"
Baca juga: Remaja Ini Terpaksa Melahirkan di Jalan Setelah Diusir Orangtua dan Ditolak RS
Source | : | Kontan.co.id |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR