Lepas dari itu, Fat sebenarnya mencintai Bung Karno. Namun ia tak mau dipoligami.
“AKu baru akan menyetujui apabila Bung Karni bercerai baik-baik dengan Ibu Inggit. Aku tidak dapat menerima poligami. Aku tidak akan dimadu,” ujarnya dalam buku Fatmawati Sukarno, The First Lady yang ditulis Arifin Suryo Nugroho.
Inggit pun setai tiga uang. Ia memilih bercerai daripadai dimadu.
Akhirnya, Sukarno mengembalikan Inggit ke rumah orangtuanya di Bandung agar bisa menikahi Fatmawati.
Puisi Bung Karno untuk Fat
Perasaan Sukarno kepada Fat begitu bergelora. Salah satunya terwujud dalam penggalan puisi romantis yang dipetik dari surat cinta Bung Karno berikut ini:
Fatma yang menyinarkan cahaya, terangi selalu jalan jiwaku supaya sampai di bahagia raja
Dalam surganya cinta kasihmu, dari ribuan dara di dunia, kumuliakan engkau sebagai dewiku
Kupuja dengan nyanyian mulia, kembang dan setanggi dupa hatiku, engkau menjadi terang di mataku,
Engkau yang akan memungkinkan aku, melanjutkan perjuanganku yang mahadahsyat
Pada 1943, Sukarno sudah kembali ke Jakarta dari pembuangan di Bengkulu. Rasa rindunya kepada Fatmawati terus membuncah.
Namun ia tak bisa pergi menemui pujaan hatinya karena pergerakan nasional sedang panas-panasnya.
Menjelang Juni 1943, Sukarno memutuskan untuk segera menikahi Fatmawati. Bagaimana mungkin? Sukarno di Jakarta sementara Fatma di Bengkulu.
Akhirnya diputuskan bahwa akad nikah dilakukan secara perwakilan. Nanti setelah kondisi memungkinkan barulah Fatmawati diantarkan ke Jakarta.
Menurut hukum agama, perkawinan dapat dilangsungkan, asal ada pengantin wanita dan wakil mempelai laki-laki.
Maka, Sukarno segera berkirim telegram kepada seorang kawan akrabnya di Bengkulu, Opseter Sardjono
Baca juga: Wajib Tahu! Inilah 4 Fakta Menarik dari Surat Perjanjian Cerai Bung Karno – Ibu Inggit
Melalui telegram, Sukarno meminta temannya itu untuk menjadi wakilnya.
Opseter mengunjungi rumah Fatmawati dan menunjukkan telegram dari Sukarno tersebut.
Orangtua Fatmawati menyetujui gagasan itu. Jadi pengantin wanita dan wakil Sukarno menghadap penghulu.
Pernikahan itu pun dilangsungkan dan keduanya akhirnya terikat tali perkawinan.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR