Ia berhari-hari duduk sendiri di padang rumput, ia berbicara sendiri. Ia tidak makan dan minum lagi. Ia tidak ada hubungan lagi dengan hidup ini. Ia percaya bahwa ia akhirnya akan pergi ke "alam mimpi" untuk selama-lamanya.
Baca juga: Fenomena Aneh Apa Ini? Ratusan Paus Terdampar di Pesisir Pantai Australia, Separuhnya Tewas
Ia tidak takut lagi menghadapi maut. Tidak seorangpun mengetahui kapan hukuman dilaksanakan. Korban tidak mengetahuinya dan para algojo juga tidak. Mungkin hanya beberapa hari dan mungkin beberapa minggu, sampai musyawarah sesepuh memberikan isyarat.
Lalu Upacara maut dimulai. Dua anggauta suku bangsa dari generasi yang berlainan dipilih untuk membunuh yang telah dihukum. Dari tungku api si korban yang sementara itu telah diisolir, mereka mengambil abu, mencampurkannya dengan darahnya sendiri dan mengoleskan campuran ini di badan.
Bulu perut burung elang atau angsa hitam yang ditaruh para pembunuh itu di badan, merupakan simbol-simbol yang lain pertanda maut.
Mereka mendekat perlahan-lahan pada korban, seperti kucing dan menurut cara yang telah ditentukan. Korban tinggal diam dan menunggu maut. Mautpun datang dengan segera.
Baca juga: Empat Orang Meninggal ‘Gara-gara’ Rock Melon, Kemtan Hentikan Impor dari Australia
Menurut adat ada tiga cara bagi para pembunuh untuk melakukan hukuman yang dijatuhkan para musyawarah sesepuh: dengan tombak, dengan dicekek, atau dipukul dengan kapak batu.
Jika hukuman telah dijalankan, maka tiada seorangpun yang berbicara tentang yang telah meninggal. la sudah dilupakan. Untuk selama-lamanya. Tidak lama lagi maka kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh para penduduk asli akan dilupakan. Begitu pula Katatschi. Dan "melarikan diri" ke alam mimpi.
Di samping alkohol, maka para muda yang diberikan semuanya yang diperlukan untuk hidup oleh Pemerintah, mempunyai hobi yang lain, yakni bioskop. Mereka dengan tidak bosan-bosannya menonton film-film cowboy dan mereka meminum sampai mabuk. Mereka tidak mempunyai masa depan.
Suku bangsa Pintubi itu Eropida, yang beribu tahun yang lampau datang dari India ke Australia, waktu pada zaman karbon benua ke lima itu satu dengan India, Amerika Selatan dan Afrika Selatan. Dalam zaman Kapur, Australia dipisahkan dari lain-lain daerah.
Baca juga: Miris! Tak Hanya Indonesia, Budaya Perpeloncoan Juga Tumbuh di Australia
Dan dengan demikian maka di benua ini terbentuk cara hidup yang masih dianut oleh manusia dan binatang hingga waktu ini. Oleh karena orang Pintubi itu Eropida, maka cendekiawanlah yang memperhatikan mereka: antropolog, ehtnolog dan ahli-ahli bahasa. Lain dari pada mereka, tidak ada lagi.
Salah seorang Pintubi muda, yang berpakaian jeans yang compang-camping dan kemeja katun yang kotor pergi dari bioskop ke bar yang terdekat, menceriterakan apa yang dilihat dalam film cowboy yang baru selesai dilihat.
"Saya juga ingin menjadi cowboy semacam itu", katanya, "Akan tetapi saya tidak mau menjadi orang Indian. Sebab mereka itu selalu kalah".
la tidak mengetahui bahwa ia dan suku bangsanya sudah lama kalah dalam dunia ini. (Quick)
Baca juga: Bunuh Buaya Raksasa yang Hidup Sejak Perang Dunia I, Pria Australia Ini Didenda Rp100 Juta
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR