Selain persoalan psikologis, kita juga mesti memperhatikan faktor fisik akibat terjebak di bawah tanah.
Baca juga: ‘Aku Dibesarkan di Sebuah Gua dan Harus Membunuh Bocah Lain untuk Bertahan Hidup’
Bagaimanapun juga, pasokan oksigen di mana bocah-bocah itu terjebak terus menurun. Kondisi ini memaksa petugas penyelamat untuk bekerja lebih cepat lagi.
Sebelumnya, ada opsi untuk menunggu musim hujan berakhir ketika air yang menggenangi terowongan menyusut.
“Kurangnya cahaya matahari selama kurang lebih dua minggu, secara psikologis, tidak hanya membuat mereka mengalami disorientasi, tapi juga mengganggu fungsi fisiologis dasar mereka yang bergantung pada ritme sirkadian,” kata Sarb Johal, profesor di Joint Centre for Disaster Research di Massey University, Selandia Baru.
Ritme sirkadian inilah yang menentukan bagaimana tubuh kita bangun dari tidur dan tidur lagi, dan membuat metabolisme tubuh ktia melambat di malam hari.
Ritme sirkadian juga memainkan peran dalam berbagai proses tubuh lainnya, termasuk kadar hormon yang dapat mempengaruhi stres, mengubah suhu tubuh naik dan turun, juga berpengaruh terhadap proses pencernaan makanan.
Itulah sebabnya, Sarb Johal menyarankan agar tim penyelamat juga memikirkan pentingnya mengatur sirkulasi cahaya—mengantisipasi jika mereka harus bertahan lebih lama di dalam gua.
Infeksi juga menjadi persoalan lain ketika terjebak di dalam guan.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR