Daun tanaman ini juga bisa dikonsumsi. Pucuk daun tanaman maja merupakan sayuran yang populer di negara-negara Asia Selatan.
Dalam ilmu pengobatan tradisional India (ayurveda), maja dipercaya bisa mengobati berbagai gangguan kesehatan, antara lain demam dan gangguan pencernaan, terutama sembelit kronis.
Dalam tradisi Hindu, maja merupakan tumbuhan "titisan" Hyang Syiwa. Karena itu tanaman maja selalu ada di halaman pura Hindu.
Selain pucuknya untuk sayuran, daun maja juga merupakan perangkat ritual penting dalam agama Hindu.
Di Nepal, buah maja dipakai dalam ritual upacara perkawinan. Buah ini dianggap sebagai penjelmaan Hyang Syiwa.
Karena itu, saat prosesi pernikahan, sang gadis dianggap menikah dengan Hyang Syiwa, bukan dengan suaminya. Ritual ini bertujuan untuk memperoleh kesuburan (keturunan) dari Hyang Syiwa.
Apabila sang suami meninggal, perempuan itu tidak perlu malu berstatus janda, sebab ia tetap menjadi istri Hyang Syiwa.
Modal buah maja
Dari kesakralan buah maja inilah diduga nama Majapahit berasal. Seperti kita tahu, dalam tradisi Hindu Jawa, banyak nama tokoh menggunakan nama binatang atau tumbuhan, seperti Gajah Mada, Hayam Wuruk, Mahesa Wong Ateleng, dan Iain-lain.
Karena itu tidak mengherankan nama buah sakral ini pun dipakai sebagai nama kerajaan. Kita tahu, Majapahit adalah kerajaan Hindu.
Lalu bagaimana dengan kisah tentang Raden Wijaya dan anak buahnya? Menurut legenda yang selama ini kita anggap benar, saat para pengikut Raden Wijaya lapar dan haus sewaktu membuka Tanah Tarik, mereka makan buah maja yang rasanya pahit.
Kemudian mereka sepakat memberi nama Tanah Tarik sebagai Majapahit.
Cerita inilah yang kita dengar di sandiwara radio, di sinetron, termasuk di dalam novel-novel cerita tentang Majapahit. Diduga kuat, cerita ini hanya rekaan.
Versi lain yang mungkin lebih bisa dipercaya mengatakan, kata "pahit" dalam nama Majapahit bukan berasal dari kata pait yang bukan berarti rasa pahit, tapi kata pait yang berarti modal.
Dalam bahasa Jawa, Majapahit dilafalkan majapait (tanpa bunyi "H"). Pait (atau pawii) dalam bahasa Jawa sebenarnya punya beberapa makna.
Makna utama memang rasa pahit, namun juga bisa berarti modal. Jadi Majapahit bukan maja yang rasanya pahit, tetapi maja yang dijadikan modal karena kesakralannya.
Entah mana yang lebih bisa dipercaya dari dua versi ini, wallahu a'lam.
Tanaman ini bukan hanya punya nilai historis tinggi bagi Indonesia, tetapi juga bisa menjadi komoditas buah yang menarik.
Pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Timur, terlebih lagi Pemerintah Daerah Mojokerto, mestinya memperhatikan nasib tanaman ini.
Mestinya, maja menjadi tanaman yang bisa dijumpai di sepanjang jalan di sekitar situs Majapahit sehingga bisa menjadi ikon Mojokerto.
Sama halnya dengan kawista yang sudah menjadi buah khas Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Tanaman maja (mestinya) menjadi tanaman khas Mojokerto. Sehingga, mereka yang mengunjungi situs Majapahit bisa sekaligus mengenal tanaman ini. Buah maja? Ya Mojokerto. Begitu, mestinya. (Teguh Jiwabrata)
(Pernah dimuat di Majalah Intisari edisi April 2009)
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR