Intisari-Online.com – Heboh susu kental manis (SKM) yang ternyata tidak mengandung susu, membuat para ibu harus memikirkan kembali susu yang sebaiknya kepada anaknya.
Ada yang menyarankan sebaiknya anak balita yang sudah lepas ASI diberikan saja susu cair awetan. Yang namanya susu cair awetan cukup banyak jenisnya.
Di antaranya homogenized milk, pasteurized milk, condensed milk. Rupa dan kepraktisan penghidangannya memang beda, meski diklaim bahwa nilai gizinya sama tingginya. Bahkan, jika dibandingkan dengan susu sapi segar sekalipun.
Dibandingkan dengan susu segar, susu cair awetan umumnya lebih higienis. Mempersiapkannya pun lebih praktis. Malah ada yang tinggal tenggak saja. Ada juga yang sudah diperkaya (enriched) dan/atau difortifikasi (fortified) dengan zat gizi tertentu.
Diperkaya maksudnya zat gizi yang sudah ada ditambahi lagi hingga kandungannya optimal. Misalnya diperkaya dengan vitamin A; vitamin B1, B2 (asam folat), B6 (niasin), dan/atau vitamin B12; vitamin D; serta vitamin E.
Kalau zat gizi yang ditambahkan itu sebelumnya tidak terdapat dalam susu atau kandungannya sedikit sekali disebut fortifikasi. Contohnya vitamin C.
Segelas susu kandungan proteinnya sama dengan 25 g (kira-kira sekerat kecil) daging atau ikan segar. Sama pula dengan kandungan protein dalam sebutir telur.
Cuma, dibandingkan dengan ketiga bahan makanan tersebut, khasiat susu dalam memerangi pengeroposan tulang (osteoporosis) yang banyak menyerang golongan lansia tetap yang terunggul.
Pasalnya, komposisi kalsium dan fosfornya ideal, sehingga bisa lebih optimal diserap tubuh. Kandungan kalsiumnya dua kali kandungan fosfor. Masing-masing 143 mg dan 60 mg per 100 g susu sapi segar.
Dalam setiap 100 g susu sapi segara terdapat 3,5 g lemak; 3,2 g protein; 4,3 karbohidrat, khususnya gula susu alias laktosa; serta 143 mg kalsium dan 60 mg fosfor.
Selain itu, susu segar juga mengandung vitamin larut lemak, khusunya vitamin A dan D. Hanya saja, jumlahnya sedang-sedang saja. Tak heran kalau banyak jenis susu awetan kemudian diperkaya dengan vitamin A dan D.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR