Pukul enam sore kami tiba di Dai Ngai, sebuah desa 20 kilometer dari pantai. Kami bermaksud membeli ikan asin dan beras di sini. Namun ternyata gagal. Untung saya bisa membeli empat kilo terigu dan tiga kilo gula. Dari sebuah kapal sungai Giao membeli 200 kelapa lagi.
Pada saat kami akan keluar Dai Ngai, kami mendengar peluit-peluit keras di pantai dan orang berteriak-teriak. Kami harus kembali. Dilarang untuk menyusuri sungai pada waktu malam. Saya berjalan terus dan tidak terjadi apa-apa kemudian.
Ketika kami sampai ke muara sungai, ternyata kami terlambat dalam skema waktu. Air sudah surut. Dengan bergulat setengah jam kami berhasil lepas dari lumpur. Dengan bantuan kompas tentara, saya mencari arah dan dengan sekuat tenaga menujii 60 derajat timur laut, ke laut bebas.
Saya risau melihat lampu-lampu gemerlapan di laut. Mungkin itu kapal patroli. Setelah tiga jam berlayar tidak terjadi sesuatu. Kami telah berhasil menghindari penjagaan pantai komunis.
5 Juli. Pukul sebelas pagi terjadi badai. Laut mulai mengamuk dan gelombang mulai berbuih. Kami dikejar gelombang yang mengerikan. Kapal kami tergoncang hebat dan sungguh suatu mukjijat kami tidak ikut terguling.
Menjelang pukul 4 pagi keadaan laut membaik. Kami berempat sudah mabuk. Kami tidak bisa makan sedikit pun.
6 Juli: Saya tidak bisa mengikuti arah yang direncanakan sebelumnya karena laut masih ganas. Pukul 5 sore saya melihat titik hitam di cakrawala. Ketika kami mendekati ternyata kapal nelayan. Kapal pertama yang kami jumpai sejak di laut.
Kapal itu berbendera Taiwan. Saya minta untuk diperbolehkan naik ke kapal itu, tetapi ditolak. Saya menyerahkan sepucuk surat yang menyatakan bahwa kami pelarian dari Vietnam dan bahwa kami memerlukan bantuan.
Mereka tidak bisa mengajak kami, tetapi kami diberi makanan dan air (48 bungkus sop cina, 8 kaleng daging babi dan 26 botol kecap).
7 Juli: Laut lebih tenang dibandingkan kemarin. Kami memasak makanan pertama. Pukul sebelas pagi sebuah kapal tanker lewat cepat dekat kami. Saya tidak bisa membaca jelas nama kapal itu: "Stoic".
Baca juga: (Foto) Untuk Bertahan Hidup, Para Pengungsi Korban Kekejaman Boko Haram pun Kembali ke Sistem Barter
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR