Intisari-Online.com – Burung merpati adalah lambang perdamaian. Tetapi dalam peperangan dunia burung itu aktif bertempur. Cher Ami (nama merpati) terkenal karena jasanja menyelamatkan kesatuan tentara AS dari Divisi 77 yang terkepung musuh.
Cher Ami diterbangkan untuk menjampaikan berita keinduk pasukan. Dalam perjalanan kakinya robek oleh pecahan granat, dadanya ditembus peluru senapan mesin. Namun dia berhasil terbang sejauh 40 km dan menyelamatkan pasukan.
Pemboman atas sebuah desa Itali telah direncanakan pada tgl 18 Oktober 1943. Mendadak perintah itu haras dibatalkan karena desa itu berhasil diduduki pasukan Inggris.
Berkat seekor merpati bernama GI yang terbang sejauh 30 km dalam waktu 20 menit pemboman berhasil ditangguhkan. 1000 jiwa selamat. Dan GI dianugerahi bintang Dickin oleh walikota London.
“Jungle Joe" masuk dinas militer sejak berusia 4 bulan. Bersama sepasukan tentara burung itu didrop dibelakang garis musuh di Burma.
Baca juga: Layaknya Manusia, Ternyata Merpati Juga dapat Memahami Konsep Ruang dan Waktu
la berhasil menyampaikan pesan panjang yang diikatkan pada kakinya dengan terbang sejauh 338 km melalui daerah yang penuh burung rajawali. Berkat pesan itu sebagian besar Burma berhasil diduduki kembali.
Riwayatnya
Peranan merpati dalam pertempuran mulai sejak peperangan Prancis-Rusia pada tahun 1870. Penduduk Paris yang dikepung pasukan Jerman berbulan-bulan mengirimkan dan menerima pesan melalui burung merpati.
Menurut perkiraan ada 150.000 pesan umum dan 1 juta pesan pribadi yang disampaikan oleh merpati dari masa pengepungan itu.
Pada tahun 1916 belum ada pesawat terbang yang mengalahkan merpati dalam kecepatan dan jarak terbang. Banyak pemilik membiarkan burung piaraannya masuk dinas sukarela.
Diperkirakan ada 500 000 burung yang dimobilisasikan pada perang dunia I di kota Lille, Prantjis berdiri sebuah tugu peringatan untuk 20.000 merpati Sekutu yang gugur dalam pertempuran.
Baca juga: Di Kota Ini Ratusan Elang Bondol Beterbangan Bebas Bagaikan Merpati
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR