Subekti lalu menjelaskan dua tantangan dalam pengolahan limbah di ibu kota yang menjadi awal mula inovasi pengolahan limbah tinja ini dimulai.
Saat ini pengolahan limbah tinja masih dilakukan secara konvensional. Selain memakan waktu lama, baku mutu air yang dihasilkan pun masih belum dapat memenuhi batu mutu air bersih yang dimandatkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 68 Tahun 2016 tentang baku mutu air limbah domestik.
Untuk mengukur kualitas air limbah, parameter yang dipakai adalah kadar aktivitas mikroorganisme dalam air (Biological Oxygen Demand/BOD), dan kadar jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dalam air (Chemical Oxygen Demand/COD).
Turut pula diperhatikan kadar kotoran yang tampak (Total Suspended Solid/TSS), kadar minyak dan lemak, kadar amonia, serta kadar total bakteri Coliform.
"Dengan treatment sekarang ini baik itu konvensional maupun mechanical itu memang hasil baku mutunya itu juga berat untuk memenuhi baku mutuh Permen LH No.68 dari IPLT ini.
Baca juga: Ini Bukti Bahwa Australia Pantas Disebut Sebagai Salah Satu Tempat Berbahaya di Dunia
Selain itu, biaya operasional untuk memproses secara konvensional juga tergolong mahal dan lama.
"Sehingga kita berinovasi bagaimana ada pengembangan terkait treatment ini," cetusnya.
Sekitar satu setengah tahun lalu, pihaknya bertemu dengan dua penemu alat pengolah limbah menjadi air besih yang sudah diaplikasikan di lokasi pengeboran minyak di Pekanbaru, Riau.
Dia lalu meminta dua penemu, Andri Oba dan Chairunnas, untuk mengembangkan alat serupa untuk mengolah air limbah tinja.
"Tentu memisahkan minyak dengan air berbeda dengan memisahkan kotoran. Itulah yang kita kembangkan kemudian kita kerjasama dengan pencipta alat ini dan kemarin hasilnya bisa untuk mengolah limbah lumpur tinja," ujar dia.
Lebih efisien dan kualitas lebih baik
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR