Advertorial
Intisari-online.com - Korea Utara mengejutkan publik di Piala Dunia 1966 Inggris.
Mereka menjadi tim Asia pertama yang bisa melenggang ke babak kedua.
Tidak main-main, dalam perjalanan ke perempat final mereka juga bikin gempar.
Setelah dikalahkan Uni Soviet (0-3), mereka menahan Cile (1-1) dan kemudian menekuk Italia (1-0).
BACA JUGA:Bukan Korut atau Israel, Inilah Negara Paling Berbahaya di Dunia
Ini jelas hal luar biasa mengingatskuat Italia saat itu masih diperkuat oleh para pemain-pemain terbaiknya, seperti Gianni Rivera, Sandro Mazzola, dan Giancinto Facchetti.
Sayang di babak 16 besar itu mereka ditaklukkan Portugal 3-5.
Jika di negara lain skuad Korea Utara bakal dielu-elukan dan diberi hadiah, di negeri komunis nan tertutup ini sebaliknya.
Begitu pulang, seluruh pemain langsung dikirim ke Yodok Gulag – dikenal juga sebagai Labour Penal Colony Number 15 – yang biasa dipakai menyekap para tawanan politik. Juga tempat yang dikenal sebagai penjara kerja paksa.
Para pemain Korut diperlakukan bak pesakitan. Disiksa dan disuruh kerja paksa.
Sebenarnya bukan karena kalah 3-5 dari Portugal yang membuat rezim Kim II Sung murka.
Sang penguasamenilai para pemain Korut tidak disiplin dan melawan norma yang diterapkan selama di Inggris.
Dua hari sebelum berlaga melawan Portugal, para pemain Korut ketahuan pergi minum-minum di bar di Liverpool. Mereka bahkan ditemani para gadis.
BACA JUGA:Demi Bela Palestina, Bung Karno Rela Korbankan Peluang Indonesia Lolos ke Piala Dunia
Di lapangan, jejak ketidakdisiplinan itu terlihat. Dalam waktu 30 menit, mereka seperti kehabisan bensin.
Rezim Kim II Sung berang dan menganggap mental para pemain telah dikorupsi oleh paham imperialis barat.
Hanya kiper Park Douik yang tidak dimasukkan ke Gulag.
Berdasarkan laporan intelijen, Douik tidak ikut berpesta bareng teman-temannya karena sakit perut. Jadi, selamatlah dia dari hukuman penjara.
Kisah menyeramkan ini terkuak berdasar cerita Kang Chol-hwan, seorang tahanan politik sekaligus penulis buku The Aquariums of Pyongyang.
Di Gulag, Kang mengaku bertemu Park Seung-zin, salah satu pemain timnas Korut pada 1977.
Kala itu Park mendapat hukuman tambahan karena ketahuan mencuri dan membantah penjaga setelah beberapa saat menjalani hukumannya.
Park diisolasi selama beberapa minggu dalam ruangan sempit yang tak pernah dibuka, dan tak memiliki penerangan.
Ia juga tak diberi makan, sehingga harus memakan kecoa untuk bertahan hidup.
Meski begitu, kebenaran klaim Kang dalam bukunya diragukan beberapa pihak.
Sebab BBC dalam program dokumenter "The Game of Their Lives", yang disiarkan pada 1999, mengklaim bahwa mereka menemukan tujuh mantan pemain Piala Dunia sama sekali tak menderita.
So, mana yang benar?
BACA JUGA:Kenapa Mesti Pasukan Gurkha yang Amankan Pertemuan Presiden Trump dan Kim Jong Un?