Intisari-Online.com – 5eorang guru spiritual, Ajahn Chan, pernah ditanya: "Guru, di manakah tempat tinggal Anda?"
"Saya tidak tinggal di mana pun," jawab Ajahn Chah.
"Bukankah Guru tinggal di vihara?" tanya seorang umat dengan penasaran.
"Saya tidak tinggal di mana pun. Karena sebenarnya tidak ada Ajahn Chah. Karena Ajahn Chah tidak ada, maka tidak ada yang tinggal di suatu tempat," jawab sang guru.
Jawaban singkat sang guru berisi pesan yang sangat dalam. Tidak ada Ajahn Chah adalah kondisi padamnya ego. "Aku", "saya", "punyaku", "milikku" semua adalah permainan ego.
Ego bekerja dan mempertahankan diri, memperkuat pengaruh, semakin memperbesar dirinya, dan semakin kuat mencengkeram kita dengan menggunakan dua strategi, yaitu identifikasi dan separasi.
Berasal dari akar kata idem (sama), dan facere (membuat), maka identifikasi berarti "membuat menjadi sama".
Kita, manusia, senantiasa mengidentifikasi diri kita dengan sesuatu. Hal ini tampak dalam pernyataan "Saya marah", "Ini ideku", "Ini rumahku", "Tubuhku gemuk", "Mobilku rusak", dan masih banyak lagi pernyataan yang serupa.
Saat kita berkata "Saya marah" maka kita mengidentifikasikan "saya" dengan "marah". Berarti "saya" sama dengan "marah".
Saat kita berkata "Ini ideku" maka kita menyamakan diri kita dengan ide kita. Itulah sebabnya bila ada orang yang mengkritik ide kita maka kita bisa marah besar.
Baca juga: Orangtua Jangan Egois, Inilah Bahaya Memaksa Anak Kidal Memakai Tangan Kanan
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR