Intisari-Online.com - Siapa pun orangnya, pasti pernah mengalami mata merah. Misalnya, lantaran kena asap kendaraan bermotor, terkena gas irisan bawang, alergi, sampai kelilipan debu.
Menurut dr. Raman R. Saman, dokter mata di Laser Sight Centres Indonesia, Jakarta, iritasi mata terjadi bila indera penglihatan mengalami rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Bentuk rangsangannya beragam, mulai dari benda padat, gas, sampai zat kimia.
(Baca juga: Semua Orang Berkacamata Wajib Berterimakasih pada Ferdinand Monoyer yang Jadi Google Doodle Hari Ini)
“Warna merah muncul di mata sebagai reaksi atas datangnya rangsangan, berupa pembuluh darah yang melebar. Jadi, iritasi itu sesungguhnya usaha tubuh secara alamiah untuk menolak zat yang mengganggu mata,” jelas dr. Raman. Makanya, mata berubah jadi merah.
Menurut dr. Raman R. Saman, meski rata-rata disebabkan rangsangan, penyebab dan kadar keparahan mata merah tak bisa dipukul rata. Pun tidak semuanya bermuara pada iritasi.
Contohnya, sewaktu kita bangun tidur di pagi hari, kadang mata tiba-tiba saja terlihat merah. Namun, semakin beranjak siang merahnya makin luntur. Lagi pula mata tidak sakit.
Mengapa bisa merah? Penjelasannya kira-kira begini. Ketika bertugas, mata membutuhkan pasokan oksigen yang cukup, baik dari luar maupun dari dalam tubuh.
(Baca juga: Inilah Lima Mitos Soal Mata yang Masih Saja Dipercaya)
Ketika tidur, mata tidak mendapatkan cukup oksigen dari luar, meskipun tetap mendapatkan pasokan oksigen dari dalam badan. Dengan kata lain, jumlah oksigen yang masuk lebih sedikit.
Agar tidak kekurangan oksigen, mata melakukan antisipasi dengan melebarkan pembuluh darah. Dengan melebarkan pembuluh darah, pasokan oksigen bisa tercukupi, kira-kira sama seperti ketika mata sedang melek.
Makanya, saat bangun tidur, mata terlihat merah. Jika selain merah, mata juga terasa capek dan pedih, cobalah ingat-ingat dengan cermat. Apakah pada malam harinya terlalu lelah bekerja?
Kalau jawabannya ya, tidak ada yang perlu dicemaskan. Dengan cukup istirahat, mata akan kembali normal.
Penulis | : | Bimo Wijoseno |
Editor | : | Bimo Wijoseno |
KOMENTAR