Baca juga:Di Mana Stalin Sewaktu Nazi Menyerang Rusia?
Peresmian monumen dilakukan tahun 1926 berbarengan dengan kunjungan kapal penjelajah Jerman, Hamburg, di Pelabuhah Tanjung Priok. Monumen setinggi sekitar empat meter itu hingga kini masih berdiri tegak.
Pada salah satu sisinya terukir kalimat dalam bahasa Jerman: "Untuk para awak Armada Jerman Asia Tenggara yang pemberani 1914. Dibangun oleh Emil dan Theodor Helfferich 1926."
Sebagai penghargaan kepada agama tua Jawa, Hellferich bersaudara juga menyertakan patung Buddha dan patung Ganesha di kedua sisi monumen.
Ketika Helfferich bersaudara kembali ke Jerman pada 1928, pengelolaan perusahaan dipercayakan kepada Albert Vehring dari Bielefeld yang sudah makan asam garam perkebunan teh di wilayah New Guinea.
Meletusnya Perang Dunia II, diikuti penyerbuan Jerman ke Belanda pada 10 Mei 1940, membuat Pemerintah Hindia Belanda menahan 2.436 orang Jerman.
Baca juga: Simon Wiesenthal Si Pemburu Pasukan SS: Tiada Maaf Bagi Nazi
Para tahanan itu memiliki beragam profesi mulai dari ahli budaya, insinyur, dokter, ahli ilmu pegetahuan, ahli minyak bumi, diplomat, misionaris, pelaut, seniman, dan pengusaha termasuk pengusaha teh Perkebunan Cikopo juga ikut disita Belanda.
"U-Boots-Weide" _
-Dua tahun setelah penahanan orang-orang Jerman di Hindia Belanda, Jepang menyerbu Nusantara. Hingga akhirnya, Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyatakan diri kalah perang dan menyerahkan kekuasaannya kepada Jepang.
Perubahan kekuasan ini juga berpengaruh kepada kelangsungan hidup para tahanan asal Jerman. Sebagai sekutu Jepang, mereka menikmati kebebasan, bahkan memperoleh kedudukan yang lebih istimewa secara politik dan ekonomi dari Pemerintah Militer Jepang di Indonesia.
Albert Vehring yang sempat menjadi tawanan di Pulau Nias, kembali mengelola Perkebunan Cikopo.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR