Baca juga: Tragis, Ribuan Wanita Pakistan Dibunuh Ayah Mereka Sendiri Hanya Gara-gara Hal Ini
Tragedi-tragedi kematian keluarga Bhutto ini sejak lama sudah disadari kemungkinannya oleh Benazir. Saat memutuskan terjun ke dunia politik, Benazir sadar betul keluarga Bhutto bisa saja mengalami nasib serupa dengan keluarga Kennedy.
la sendiri pun bisa mengalami nasib yang sama, mati terbunuh seperti ayah dan dua saudaranya. Tapi kematian Zulfikar telah mengajarinya untuk tidak takut pada kematian.
Sekalipun latar belakang pendidikannya ilmu hukum dan pemerintahan, Benazir mengaku pada awalnya politik bukanlah pilihan hidupnya. Tapi ketika Zulfikar mati digantung, ia merasa tak punya pilihan lain.
Berkali-kali ia menghadapi percobaan pembunuhan; berkali-kali pula ia selamat. Hidupnya seolah-olah berada di antara desingan peluru dan ledakan bom. Tapi semua itu tak menyurutkan langkahnya sedikit pun.
"Aku tidak takut mati. Sekalipun banyak orang berusaha membunuhku, saya yakin itu tak akan terjadi sampai Tuhan menghendakinya," katanya setelah percobaan pembunuhan yang dialamatkan kepadanya April 2007.
Enam bulan kemudian, ia kembali menjadi incaran bom. Lagi-lagi ia selamat. "Tuhan masih melindungiku. Tak ada alasan untuk takut," katanya setelah lolos dari bom bunuh diri yang menewaskan 136 orang pada bulan Oktober 2007 lalu.
Rupanya akhir 2007 merupakan waktu yang dikehendaki oleh Tuhan. Setelah memberikan pidato di sebuah kampanye, 27 Desember 2007, Benazir tewas dalam sebuah aksi bom bunuh diri di Rawalpindi, Pakistan.
Tak jauh dari penjara Rawalpindi, tempat bapaknya dulu mati di tiang gantungan. Sejarah tragis kematian anggota keluarga Bhutto terulang lagi. Kali ini yang keempat.
Hanya tiga hari setelah kematian Benazir, Partai Rakyat Pakistan mengangkat Bilawal Zardari, anak laki-laki Benazir, sebagai ketua umum partai menggantikan Benazir. Padahal umurnya baru 19 tahun. Masih sangat belia untuk ukuran seorang ketua partai.
Begitu diangkat sebagai ketua partai, namanya kemudian ditambah menjadi Bilawal Bhutto Zardari untuk menegaskan dirinya masih mewarisi dinasti politik Bhutto.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR