Intisari-Online.com -Masyarakat Gunung Kidul pasti tidak asing dengan Cing Cing Guling, upacara adat Gunung Kidul yang terinspirasi dari kisah pelarian prajurit Majapahit. Upacara ini biasa dilakukan sebagai bentuk rasa syukur selepas masa panen yang menggembirakan.
Tradisi ini secara turun-temurun dilaksanakan oleh warga Desa Gedangrejo, Karangmojo, Gunung Kidup. Dalam acara ini, biasanya para warga akan memasak Nasi Gurih. Mereka juga akan memotong ratusan ayam yang dimasak menjadi ingkung. Ditambah beberapa lauk lainya selain tempe yang berbahan kedelai.
Dari penuturan salah satu tokoh masyarakat Desa Gedangrejo, ayam yang akan dimasak menjadi ingkung bisa mencapai 500-an ekor.
Di sinilah uniknya, setelah proses memasak selesai, nasi gurih serta ingkung disajikan di sebuah tempat yang telah ditentukan dan juru masak dilarang mencicipi makanan tersebut. Jika semua larangan itu dilanggar, maka dipercaya akan terjadi sesuatu yang tidak baik.
Selanjutnya, pemangku adat desa akan memimpin doa ucapan syukur bersama warga masyarakat. Usai doa bersama, ingkung bersama nasi gurih, dibagikan ke pengunjung yang hadir dalam acara ritual Cing Cing Goling. “Acaranya dilaksanakan di Bendungan Kali Dawe. Semua makanan itu, dibagikan untuk pengunjung,” ujar Sugiyanto, pemangku adat Desa Gedangrejo.
Kisah pelarian dari Majapahit
Cing Cing Goling terinspirasi dari kisah pelarian prajurit Majapahit pyang dipimpin oleh Wisang Sanjaya dan Yudopati yang terjadi sekitar abad ke-15. Mereka melarikan dari Kerajaan Majapahit di Jawa Timur dan tiba di sebuah tempat yang saat ini bernama Desa Gedangrejo Kecamatan Karangmojo, kabupaten Gunungkidul.
Mereka, para pelarian itu, akhirnya membaur dengan warga setempat. Dan warga setempat pun menerima mereka dengan tangan terbuka, terlebih mereka dianggap ramah-ramah dan suka membantu.
Para pelarian itu juga dianggap berjasa dalam mengamankan desa dari para perampok yang sering menjarah hasil pertanian warga. Tak hanya itu, mereka juga punya andil dalam memajukan pertanian di Gedangrejo (nama saat ini), khususnya dalam urusan irigasi. Konono, Wisang Sanjaya dan Yudopati mengunakan senjatanya berupa tongkat serta cemethi mengores tanah dan berubah menjadi sungai.
Sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen pertanian dibuatlah upacara yang diberinama Cing Cing Goling. Cing Cing Goling sendiri berarti “menarik kain jarik yang dikenakan ke atas dan berlarian”.
Upacara Cing Cing Goling melambangkan prajurit dari kerajaan Majapahit beserta warga berlarian mengusir perampok. Saat berlari mereka menarik jarik yang dipakai ketas agar lebih leluasa. Peristiwa itu di gambarkan dalam bentuk tarian Cing-cing Goling di mana dalam satu adengan puluhan penari berlarian menginjak-injak pertanian. Mereka percaya, tanaman yang diinjak-injak tidak akan mati, justru panen berikutnya akan lebih subur. (Kompas.com)