Intisari-Online.com – Ketika Sophie Jaffe, 31, pertama kali bertemu dengan suaminya sekarang Adi, 38, mereka memiliki hubungan langsung. Bertahun-tahun kemudian, hubungan mereka hampir saja bubar ketika ia menemukan sebuah situs kebohongan yang tersembunyi, bahwa Adi adalah seorang pecandu seks, dan ia membutuhkan bantuan. Bagaimana rasanya menikah dengan seorang pecandu seks?
Sophie menjelaskan bagaimana akhirnya ia berdamai dengan masalah yang bisa mengakhiri hubungan mereka dan bagaimana membuat mereka akhirnya kuat.
Sophie menceritakan bagaimana ia dan suaminya bertemu di universitas pada tahun 2005. Mereka bersama-sama mengambil kursus ilmu saraf, meski keduanya belajar pada jenjang yang berbeda. Mereka merasa saling jatuh cinta.
Adi menceritakan bahwa ia pernah kecandungan obat-obatan terlarang, hingga dipenjara dan menjalani rehabilitasi. Masalah tersebut sudah ditangani dan bisa diatasi. Bagi Sophie, itu sebuah inspirasi dan harapan.
Dua tahun setelah mereka berpacaran, Adi berselingkuh. Ia bertemu dengan seseorang di pusat kebugaran. Mereka pun putus. Lalu, Sophie mengadakan perjalanan ke Guatemala, Kamboja, dan Thailand, sebagai guru yoga dan bahasa Inggris untuk anak-anak, dan melakukan pencarian jiwa.
Namun, tetap saja hatinya selalu merindukan Adi. Akhirnya Adi dan Sophie pun memutuskan untuk berjalan bersama kembali dan berniat untuk bersama-sama ke terapi. Setelah satu tahun berpisah, Adi berjanji untuk tidak berselingkuh lagi.
Tetapi dari pesan-pesan pendek yang dibaca oleh Sophie dari ponsel Adi, meski ini tidak benar, ia menemukan pesan teks yang tidak pantas antara Adi dengan wanita lain. Hingga akhirnya Adi mengatakan kepada Sophie, bahwa ia pikir ia seorang pecandu seks. Rupanya, setiap kali mereka bertengkar, Adi selalu pergi ke wanita lain.
Akhirnya Adi mulai pergi ke terapis seks lima hari seminggu, dan mereka masing-masing juga menemui terapis masing-masing selain pergi bersama-sama. Mereka pun menikah, lalu Sophie hamil. Setelah menikah itulah Sophie mengetahui bahwa Adi memiliki sebuah akun di sebuah situs mereka yang sudah menikah dan ingin berselingkuh dari pasangan mereka. Sophie merasa kecewa karena baru saja empat bulan menikah, ia pun melepaskan cincinnya.
Adi memutuskan pergi ke sebuah program rehabilitasi rawat jalan untuk kecanduan seks. Ia melakukan program rawat jalan selama tiga jam dalam empat hari seminggu, dan masih harus mengunjungi seorang terapis pribadi. Sophie pun akhirnya ikut dalam kelompok yang bersama dengan pasangan lain yang berhubungan dengan kecanduan seks, mengikuti makan malam, dan bertemu. Lingkungan yang penuh kasih ini pun bisa menjadi klik bagi mereka berdua.
Saat Sophie hamil, mereka tidak berhubungan seks, dan Adi melakukan begitu banyak pekerjaan untuk dirinya sendiri. Saat itulah mereka menyadari bahwa mereka harus kembali ke dasar. Melihat kembali bagaimana kehidupan Adi. Pada intinya, kecanduan seks Adi adalah pelarian dari keintimannya. Orangtua Adi tidak pernah benar-benar mengatakan bahwa mereka mencintainya saat ia tumbuh dewasa. Sophie dan Adi melakukan itu 10 kali sehari satu sama lain dan untuk anak-anak, tetapi ibu dan ayahnya tidak melakukan itu. Jadi ia merasa tidak nyaman dalam situasi intim, dalam kehidupannya, lalu ia beralih melarikan diri. Adi menjadi pengedar dan pecandu obat-obatan terlarang. Kemudian, dipenjara dan menjalani rehabilitasi, lalu sadar, dan mulai beralih ke wanita sebagai gantinya.
Setelah mengetahui itu, maka mereka pergi ke rehabilitasi, dan akhirnya mereka lebih intim daripada sebelumnya. Kini Sophie tidak takut untuk masa depan hubungan mereka. Ia menjadi lebih percaya pada Adi. Sophie pun tidak lagi mengecek ponsel Adi, dan tidak lagi terlalu ketat ketika mengetahui Adi keluar bersama rekan kerjanya.
Kecanduan seks berbeda dari kecanduan lainnya karena tidak bisa hanya melakukan seks dan menjadi mabuk. Sophie dan Adi berada dalam hubungan yang dinamis, intim, hubungan cinta, dan akhirnya kehidupan seks mereka seimbang dan sehat. Kadang-kadang, mereka melakukan hubungan seks tiga atau empat kali seminggu, lain kali hanya sekali.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR