Intisari-Online.com - Para peneliti telah berhasil menemukan sebuah tes sederhana yang mampu dengan cepat mendiagnosis kondisi kehamilan yang berpotensi mematikan, yaitu Congo Red Dot test atau tes CRD.
Dalam penelitian yang dipresentasikan Kamis (4/2/2016) di Society for Maternal-Fetal Medicine, tes CRD terbukti memiliki tingkat akurasi hingga 86 persen dalam mendiagnosis preeklamsia dalam studi kolaboratif antara The Ohio State Wexner Medical Center dan Nationwide Children’s Hospital.
Tes CRD bekerja dengan mencampur urin pasien dengan pewarna merah dan menempatkannya di atas kertas khusus. Jika tidak ada protein abnormal yang hadir, pewarna menempel kertas. Ketika kelainan yang hadir, mereka akan menempel pada pewarna dan menyebar di sepanjang kertas.
Secara historis, preeklamsia telah baru dapat didiagnosis setelah 20 minggu kehamilan, namun para peneliti mengatakan tes mereka bisa digunakan di segala usia kehamilan dan telah diuji pada kelahiran anak kembar.
Preeklampsia mempengaruhi 5-8 persen kehamilan di seluruh dunia. Sementara 75 persen dari kasus yang ringan, kondisi dapat meningkat dengan cepat, terutama tanpa pengobatan.
Pada tingkat paling serius, dapat berkembang menjadi eklampsia, yang mempengaruhi fungsi otak, atau menyebabkan kejang hingga koma.
Untuk janin yang sedang berkembang, ada risiko pemisahan plasenta dari rahim, keguguran, dan kelahiran yang buruk atau prematur. Bayi yang terlahir prematur berrisiko terkena masalah kesehatan jangka panjang seperti gangguan belajar, cerebral palsy, tuli dan kebutaan.
Kondisi ini bertanggung jawab untuk sekitar 18 persen dari kematian ibu di Amerika Serikat, dan itu adalah, bersama dengan gangguan hipertensi lain, penyebab utama penyakit dan kematian ibu dan bayi.
Menurut Yayasan Preeklampsia, dengan perkiraan konservatif, gangguan ini secara global bertanggung jawab untuk 76.000 ibu dan 500.000 kematian bayi per tahun.
Sementara preeklampsia ditandai dengan tekanan darah tinggi dan protein dalam urin, gejala-gejala terukur juga ditemukan pada penyakit lain seperti hipertensi dan penyakit ginjal, sehingga sulit untuk membedakan diagnosis pasien.
Plus, bahkan jika seorang wanita memiliki tekanan darah tinggi sebelum kehamilan, dia masih berisiko untuk preeklamsia, yang bisa memperburuk kondisinya, kata penulis pertama penelitian Dr. Kara Rood, sesama di divisi kedokteran ibu-janin di departemen obstetri dan ginekologi di Wexner Medical Center Ohio State.
(foxnews.com)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR