Intisari-Online.com – Di tengah gencarnya tuntutan pengembalian uang yang diduga hasil KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) oleh sementara pejabat atau pengusaha, muncul kekhawatiran adanya praktik money laundering alias pencucian uang. Bagaimana lika-liku proses pencucian dan sejauh mana kesulitan untuk membuktikannya, berikut ini rangkuman hasil wawancara dengan Ir. Roy H.M. Sembel, MBA, seorang praktisi keuangan, yang pernah dimuat di Intisari edisi Agustus 1998. Tulisan berikut ini adalah sebagian dari tulisan Awas, Pencucian Uang Haram!
--
Negara-negara yang potensial melakukan pencucian uang adalah, “Negara yang tax heaven, seperti Bahama yang sengaja membuka diri. Apa pun yang terjadi, uang akan masuk,” kata Roy. Namun, pada awal dekade 1990-an, menurut Roy, arah money laundering justru datang dari luar negeri ke Indonesia karena rahasia perbankan di sini termasuk paling kuat waktu itu. Hal itu bisa saja benar karena pada awal 1990-an negara kita dalam keadaan aman bin tenteram.
Tetapi karena perekonomian Indonesia kini sedang morat-marit, yang ditakutkan justru sebaliknya. “Uang dari Indonesia yang kini banyak dicecar. Uang yang tadinya ada di Indonesia dan diduga hasil KKN atau penggelapan itu disinyalir akan lari ke luar karena kini sedang gencar-gencarnya tuntutan untuk mengusutnya,” kata dosen pascasarjana UI ini.
Namun, suatu ketika uang hasil pencucian itu bisa saja muncul kembali di Indonesia. “Tapi persoalannya, mau apa nggak orang itu mengembalikan uangnya ke sini meskipun sudah melalui prosedur sehingga kelihatan putih? Apalagi setelah ia tahu bahwa nanti hartanya akan dicecar terus, dan posisinya terancam. Rasanya sih susah. Mendingan diparkir di luar negeri. Kalau sewaktu-waktu ada apa-apa, orang itu tinggal lari ke luar negeri, misalnya,” kata Roy.
Tidak mudah untuk membuktikan pemutihan uang ini. Ambil contoh, PT A diduga melakukan penggelapan uang dan disinyalir uang haram itu dicuci di luar negeri. Lalu, pemerintah tempat PT itu berada meminta dilakukan penyelidikan dan pengusutan terhadap pemilik perusahaan itu. Jika pemilik rekening itu bisa membuktikan asal usul uangnya, seperti adanya bukti setoran, bukti transaksi, dan sebagainya, sementara perusahaannya legal dan tidak ada hubungannya dengan negara, maka pemerintah negara itu tidak bisa menuntutnya. “Apa dasarnya pemerintah menyetop account itu, misalnya?” kata Roy.
“Tapi kalau ketahuan uang itu hasil dari kerja sama dengan sebuah BUMN, misalnya, dan dana itu disetor ke sana, sementara usaha antara BUMN dan perusahaan itu berbau kolusi dan ada mark up yang besar, maka pemerintah bisa langsung menuntut account itu untuk segera dibekukan. Ini (bisa dilakukan) karena jelas ada dasarnya.”