Presiden Jokowi Pindah ke Istana Bogor: Istana Bogor Pernah Dijarah Tentara Jepang (Bagian Ketiga)

Moh Habib Asyhad

Editor

Presiden Jokowi Pindah ke Istana Bogor: Istana Bogor Pernah Dijarah Tentara Jepang (Bagian Ketiga)
Presiden Jokowi Pindah ke Istana Bogor: Istana Bogor Pernah Dijarah Tentara Jepang (Bagian Ketiga)

Intisari-Online.com -Istana Bogor tengah ramai dibicarakan. Apalagi kalau bukan soal rencana presiden pindah ke sana. Benar, ada desas-desus Presiden Jokowi pindah ke Istana Bogor. Ada yang bilang, Presiden menginginkan suasana yang lebih tenang, ada yang berspekulasi Presiden ingin menjaga jarak dari partai-partai pendukungnya. Sementara Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, mengatakan, Presiden ingin memanfaatkan fasilitas yang ada.

Terkait kemegahan Istana Bogor, Intisari edisi Desember 1996 pernah memuat tulisan wartawan senior Kompas, St. Sularto, yang berjudul “Ketemu Si Denok di Istana Bogor”.

---

Justus van Maurik, menuliskan kesan-kesannya tentang istana itu dari kacamata seorang pengusaha di abad XIX, "Di udara gunung yang tenang, di tengah taman yang harum, niscayalah gubernur jenderal bisa berpikir lebih jernih ... dibandingkan dengan di Batavia yang panas dan pengap. Istana yang tidak terlalu mewah itu terletak di sebuah taman, di sebelah Kebun Raya yang terkenal di seluruh dunia, di dekat kolam besar di mana teratai Victoria Regia menarik perhatian orang. Dari istana itu, betapa indahnya pemandangan Lembah Ciliwung, birunya G. Salak di satu sisi dan rusa-rusa yang merumput di taman. […] Buitenzorg sungguh mutiara teiindah di Makota Ratu Timui."

Tugas tak nikmat dilaksanakan oleh Gubernur Hindia Belanda terakhir, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, yang menyerahkan "mutiara terindah" itu ke tangan Jepang. Berbeda dengan dua bangsa penjajah sebelumnya, Jepang bukan membangun tapi membiarkan Istana "Terlepas dari Kesulitan" ini jatuh dalam kesulitan besar. la dibiarkan terbengkalai. Malah Jepang menjarah benda-benda berharganya, seperti emas, permata hingga tirai penutup jendela. Yang ditinggalkanhanya Kaca Seribu dan dua patung dada dari manner.

Cerita tentang Kaca Seribu memang menarik. Dua cermin berukuran besar berusia 130 tahun dipasang berhadapan sehingga saling memantulkan bayangan. Selama penataran September lalu, daftar hadir yang harus kami tanda tangani diletakkan di depannya. Ternyata memang selalu saja ada peserta yang mematut-matut diri di sana, mungkin mengagumi pantulan bayangannya sendiri yang berpendaran mengasyikkan.

Setelah Indonesia dinyatakan merdeka tanggal 17 Agustus 1949, sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat menduduki istana. Sang Saka Merah Putih berkibar untuk yang pertama kalinya di sana. Tetapi mereka dipaksa keluar oleh tentara bayaran Gurkha. Baru tahun 1949, Buitenzorg diserahkan ke pemerintah Indonesia. Namanya kemudian diubah menjadi Istana Bogor. Bung Karno tinggal di sana termasuk saat ia "beristirahat panjang" menyusul kudeta G30S/PKI.

Dalam masa inilah, sejak Oktober 1954, Ny. Hartini menghuni Paviliun Madukara. "Setiap hari Jumat, pukul 16.00 Bapak datang," tuturnya. Paviliun dipilih ketimbang istana,karena dirasakan bersuasana lebih hangat. Namun meski tidak tidur di istana, menurut Ny. Hartini, "Bapak senang memandangi koleksi lukisannya."

Setelah Bung Karno tak lagi tinggal di sana, Istana Bogor dibiarkan kosong dan baru pada tahun 1979 dimanfaatkan kembaii.

Pudjo Muljono, Wakil Kepala BP7 Pusat, termasuk satu dari sedikit orang yang menyaksikan banyak peristiwa bersejarah di Istana Bogor. Katanya, karena lama tak dipakai, muncul banyak cerita tentang Istana Bogor. Konon patung-patung gadis bahenol telanjang di taman, bisa hidup dan mengajak kita jalan-jalan.