Kisah Spionase Penuh Intrik dari PEsawat J-20 China, Kembaran F-22 Raptor AS

Ade Sulaeman

Editor

Kisah Spionase Penuh Intrik dari PEsawat J-20 China, Kembaran F-22 Raptor AS
Kisah Spionase Penuh Intrik dari PEsawat J-20 China, Kembaran F-22 Raptor AS

Intisari-Online.com - Perang Dingin sudah lewat, tetapi persinggungan Barat-Timur masih sering terjadi. Bola panas menggelinding setelah April lalu FBI menyiarkan penangkapan dua agen spionase Taiwan di Las Vegas.

Mereka dituduh mencuri rahasia jet tempur stealth F-22 Raptor untuk China. Entah tuduhan itu benar atau tidak, faktanya tampang J-20 yang baru saja diuji terbang memang mirip jet tempur yang paling digdaya ini.

Tuduhan spionase tersebut tiba-tiba menggema ke seantero jagat. Dalam waktu hampir bersamaan Kremlin dan Teheran balik menuduh Israel, negara yang berkiblat ke AS, melakukan upaya serupa.

Sebaliknya AS juga menuduh Kremlin telah berusaha menggunakan sepuluh warga AS untuk mencuri informasi penting di Gedung Putih.

Laiknya kisah spionase, berita tentang kegiatan mata-mata jarang sekali yang berakhir dengan kejelasan. Semua tetap beredar di wilayah abu-abu.

Apalagi karena di sekitarnya juga beredar kisah-kisah serupa yang sama-sama menarik dan sama-sama tak jelas, seperti kisah dua penyelundup obat bius asal Taiwan yang April lalu ditangkap FBI (Biro Investigasi Federal AS) atas tuduhan mencuri rahasia jet tempur F-22 untuk China.

Berita tentang pasangan Hui Sheng Shen, 45 tahun, yang dikenal sebagai Charlie, dan Huan Ling Chang, 41 tahun, yang dikenal sebagai Alice itu, kini, menjadi isu spionase paling hot di dunia maya. Nama Shen dan Chang kini menjadi trending topic karena santer dibicarakan sebagai mata-mata yang menyuplai teknologi F-22 ke Chengdu Aircraft Industry terkait pembuatan J-20.

J-20 adalah pesawat kombatan yang tengah dikembangkan sebagai tulang punggung kekuatan udara China di masa datang. Belum lama ini China telah menggelindingkan keluar prototipe ke-2, untuk menjalani uji taxiing. Prototipe pertama telah lebih dulu menjalani uji terbang pada Januari 2011. Yang bikin ribut: tampang depan prototipe kedua J-20 amat mirip F-22.

China sendiri tak pernah mengumumkan kemunculan pesawat tersebut secara resmi. Penampakan jet kombatan yang kabarnya berkode Mighty Dragon itu bisa disimak di dunia maya dalam format foto-video hasil bidikan fotografer amatir.

Mei 2012, pesawat ini tampak sedang melakukan uji-coba taxiing kecepatan rendah di sebuah lapangan terbang di Chengdu.

Benarkah J-20 dibuat berdasar rancang-bangun F-22? Meski dinas rahasia AS meyakininya sebagai hasil cyber-espionage, tak sedikit orang Amerika menyangsikannya sebagai jiplakan F-22.

Itu karena banyak bagian pesawat ini berbeda dengan F-22. Tubuhnya, misalnya, lebih panjang, dan pesawat ini memiliki canard. Praktis memang hanya tampang depannya saja yang sama.

Shen dan Chang ditangkap ketika sedang memotret F-22. Berawal dari pembicaraan mengenai penyelundupan methamphetamine (bahan dasar obat bius) dari Hongkong ke AS musim panas setahun lalu, agen FBI yang sedang menyamar terperanjat ketika mereka menawarkan pula rahasia teknologi E-2C Hawkeye, sejumlah UAV, dan F-22 Raptor.

FBI yang saat itu sedang menelusuri jejak hackers yang telah membobol rahasia teknologi jet tempur F-35 dari sistem komputer induk AS pun, segera menebar jebakan.

Penangkapan Shen dan Chang mengingatkan publik atas penangkapan Noshir Gowadia, mantan salah satu insinyur perancang pembom stealth B-2 yang terbukti membocorkan rahasia teknologi stealth ke China. Atas kesalahannya ini Gowadia yang keturunan India-Amerika diganjar hukuman 32 tahun.

Belum lagi pertanyaan demi pertanyaan tuntas terjawab, dinas rahasia AS kembali disibukkan dengan serangan spionase lain di lingkungan Gedung Putih.

Juni 2012, sejumlah harian lokal mengabarkan, 10 orang warga AS ditangkap di beberapa tempat yang berlainan atas tuduhan menjual informasi tentang kebijakan pemerintah ke Rusia.

Kesepuluh orang itu ditangkap setelah FBI mendapati berita elektronik yang dikirim intelijen Rusia yang berkedudukan di Moskow kepada dua warga AS bernama Richard dan Cynthia Murphy di Montclair, New Jersey.

“Pendidikan, rekening bank, mobil, rumah, dan lain-lain sudah kami bayar dengan satu tujuan. Selidiki dan jalin hubungan dengan para pembuat kebijakan di pemerintahan, lalu kirimlah intel,” begitu bunyi pesan tersebut.

(A. Darmawan/angkasa.co.id)