Intisari-Online.com – Demi gengsi orang kerap lupa apa yang diperbuatnya justru merugikan alam. Gaya hidup sebagian orang kota yang gemar makan hidangan laut yang eksotik, misalnya, membuat populasi ikan tertentu menjadi langka.
Tengoklah keriuhan di tempat makan kaki lima hingga restoran seafood. Di sana sudah jamak orang memesan hidangan lobster, telur penyu, telur ikan, ikan baronang, tripang, udang, atau ikan kakap.
Padahal, bahan makanan itu termasuk biota dan ikan yang semakin menipis ketersediaannya di laut.
Penurunan populasinya tak lepas dari penangkapan yang dilakukan untuk memenuhi permintaari pasar terhadap ikan dan biota laut itu. Selama permintaan tetap ada, penangkapan tak akan berhenti.
Baca juga: Suka Makan Sashimi Salmon Mentah? Yuk Coba Empat Jenis Seafood Mentah ala Korea Selatan Ini!
Sekadar contoh, di Karimun Jawa, dulu nelayan langsung membuang ikan kerapu bila ikan itu ikut terjaring. Tapi begitu tahu harganya tinggi, nelayan langsung menangkap besar-besaran.
Sekitar tahun 2000 boleh dibilang, kerapu menghilang dari Karimun Jawa dan kini masih dalam taraf pemulihan.
Maka, cukup beralasan kalau pada pertengahan 2005, organisasi pelestarian lingkungan dunia, WWF mencanangkan program "Laut Sehat Seafood Sehat: Panduan Konsuraen untuk Seafood Ramah Lingkungan".
Program ini memberi panduan pemanfaatan ikan dan biota laut dalam liga kategori: aman, kurangi, dan hindari.
Yang termasuk dalam daftar ikan dan biota yang aman dikonsumsi antara lain teri, tongkonl, bandeng, bawal, lemuru (sarden), layang, cakalang, makarel kecil, tenggiri, cumi-cumi, tuna ekor kuning, dan ubur-ubur.
Ikan dan biota yang pemanfaatannya dikurangi ada 17 jenis, di antaranya lencam, telur ikan, ekor kuning, kepiting bakau, layaran (marlin), gurita, baronang, tripang, udang, kakap, dan pari.
Sedangkan yang harus dibindari pemanfaatannya ada 16 jenis, antara lain abalon, ketam kelapa, kerapu, udang karang (lobster), dan yang eksotis macam lumba-lumba, hiu, kima raksasa, duyung, dan penyu berikut telurnya.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR