Intisari-Online.com - Sebagai Pahlawan Nasional, kenegarawanan H. Agus Salim sudah sangat dikenal. Tapi sebagai praktisi homeschooling, pendidik yang hebat, dan jenius 9 bahasa - termasuk "bahasa kambing" rasanya belum semua orang dengar.
Tiap orangtua punya cara sendiri dalam menggembleng anak-anaknya. Termasuk H. Agus Salim saat menjalankan metode homeschooling. Dia tidak pernah menentukan jam belajar dan bermain bagi anak-anaknya, namun setiap ada kesempatan ia gunakan untuk mendidik mereka.
Caranya, selalu mendorong anak-anaknya untuk ingin tahu dan memberikan alat untuk memuaskan keinginan tahu tersebut. Karena waktu itu belum ada internet, tentu saja sarananya adalah buku.
Nyanyi tari Belanda
Mohammad Roem (kelak menjadi tokoh Masyumi dan beberapa kali menjadi Menteri), sewaktu berusia 20 tahun sering datang ke rumah Agus Salim. Dia ikut menyaksikan bagaimana homeschooling itu terlaksana.
Suatu kali, Syaukat, anak Agus yang baru berusia 4 tahun keluar kamar tidur, minta punggungnya digaruk ayahnya karena gatal. Balita itu berbicara bahasa Belanda dengan baik. Konon, sejak bayi mereka sudah diajak bicara bahasa Belanda dan diajari menyanyi Belanda.
Tanggal 28 Oktober 1928, ketika W.R. Supratman menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan biola, putri pertama Agus Salim, Dolly, saat itu berusia 15 tahun, mengiringi dengan piano.
Dolly sejak usia 6 tahun sudah membaca buku detektif berbahasa Belanda. Adiknya, Totok, juga didapati Mohammad Roem sedang membaca buku Mahabarata - pun dalam bahasa Belanda.
Jef Last, wartawan dan aktivis sosialis Belanda pernah bertanya, mengapa putra Agus Salim (Islam Salim) begitu fasih berbahasa Inggris, padahal ia tidak belajar di sekolah?
Agus Salim dengan enteng menjawab, "Apakah Anda pernah mendengar tentang sekolah tempat kuda belajar meringkik? Kuda-kuda tua meringkik sebelum anak-anak kuda ikut meringkik. Begitu pun saya, meringkik dalam bahasa Inggris dan putra saya Islam juga meringkik dalam bahasa Inggris."
Hebatnya, masih menurut Jef Last, Agus Salim bahkan juga menguasai "bahasa kambing dan kuda". Dalam suatu pertemuan, setiap akhir kalimat yang disampaikan Agus Salim selalu disambut oleh para pemuda dengan sahutan "mbek, mbek, mbek". Itu untuk mengejek janggutnya yang panjang seperti janggut kambing.
Saat itu, Agus Salim langsung menukas, "Tunggu sebentar. Sungguh menyenangkan, kambing-kambing pun mendatangi ruangan ini untuk mendengar pidato saya. Sayang mereka kurang mengerti bahasa manusia, sehingga menyela dengan cara yang kurang pantas. Saya sarankan kepada mereka agar keluar ruangan sekadar makan rumput di lapangan. Kalau pidato saya untuk manusia ini selesai, mereka akan disilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing untuk mereka."
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR