Kerinduan itu lantas dia wujudkan habis-habisan. la tak hanya jadi pendidik dan pengajar, tetapi sekaligus belajar. la yakin, keberhasilan pendidikan juga ditentukan oleh interaksi saling ajar antara guru dengan murid.
Menjadi guru SD, bagi Romo Mangun, ternyata bukan pilihan asal-asalan.
la yakin, di situlah kelangsungan dan masa depan bangsa ini.
“Biarlah pendidikan tinggi brengsek dan awut-awutan. Namun kita tidak boleh menelantarkan pendidikan dasar.”
Bagi Romo Mangun, generasi cerdas punya makna lebih tinggi ketimbang generasi pandai.
(Baca juga: Ini Dia 13 Negara Dengan Kualitas Pendidikan Terbaik di Dunia, Adakah Indonesia di Dalamnya?
la menunjuk para penemu, tokoh-tokoh revolusi dunia, para pendobrak tradisi, adalah anak-anak cerdas yang berusia di bawah 40 tahun.
“Sukarno, Hatta, dan Sjahrir di masa pergerakan adalah anak-anak muda yang cerdas, menempuh cara perjuangan yang cerdas pula. Sedangkan Belanda, karena tidak cerdas, terjebak pada peperangan,” ucapnya dalam perbincangan dengan Kompas seputar refleksi 50 tahun kemerdekaan, 1995 lalu.
(Artikel ini pernah dimuat di Intisari edisi Maret 2000 dengan judul "Romo Mangun: Merakyat untuk Balas Budi kepada Rakyat")
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR