Intisari-Online.com - Ucapan pria di telepon itu tak memberi kesempatan Inspektur Dua Srikandi Wijoyanto untuk berpikir, apalagi menanggapi. "Halo, ini polisi!? Saya Marius Irsyad, pemilik rumah jalan Kasuari Raya 33. Tolong perhatikan, saya mau bunuh diri!”
Kemudian terdengar suara tembakan, disusul teriakan mengaduh, bunyi gedebuk, dan … lengang.
Ditemani Brigadir Satu Angkasa Muluk, Ipda Srikandi langsung meuju asal telepon itu. Jalan Kasuari Raya hanya tiga blok dari Mapolsek, dan nama Marius Irsyad tidaklah asing bagi reserse yang wajib mengenali wilayah kerjanya itu.
Mengherankan, rumah itu sepi tanpa penjaga, Srikandi dan Angksa leluasa membuka pagar depan, masuk melalui pintu utama yang tak terkunci, dan mendapati jenazah Marius Irsyad terduduk di kursi ruang kerja dengan kepala terantuk di meja.
Tiba-tiba telepon di meja itu berdering. Srikandi berinisiatif menjawabnya. “Halo … halo” Tapi tak ada suara dari seberang sana, sampai akhirnya putus ”Tuut … tuut”
Srikandi memeriksa jasad Marius. Ada lubang di pelipis kanan yang mengeluarkan darah hingga mengalir ke meja. Juga membasahi tangan kanan yang memegang sepucuk pistol FN 45.
Tiba-tiba datang sepasang perempuan dan laki-laki, "Oh Mas … Mas Marius!” si perempuan langsung menubruk korban. Tak berapa lama, “Sa-saya … Nyonya Marius. Sejak tadi perasaan saya enggak enak. Dia bilang malas ke kantor, padahal tidak sakit.”
Srikandi mengalihkan pertanyaan, "Kalau Bapak siapa?”
“Ng … saya Karel Degil, mitra Pak Marius di perusahaannya. Kebetulan saya dan Bu Marius tadi ada meeting di kantor. Saya ingin tahu kenapa Pak Marius tidak ke kantor. Makanya kami menyusul ke sini.”
“Barangkali Ibu atau Bapak bisa menjelaskan alasan kematian ini. Atau mungkin Pak Marius punya musuh?" tanya Srikandi.
“Kalau musuh, setahu saya tidak ada," jawab Ny. Marius.
Karel menyahut, "Setahu saya Bu Polisi, Pak Marius belakangan memang agak frustasi dengan bisnisnya. Sebagai mitra saya masih punya optimisme, tapi beliau tidak. Terutama sejak urusannya dengan BPPN terkatung-katung. Beberapa kali tercetus gagasan untuk mempailitkan saja usaha ini. Tapi saya tidak menyangka kalau jalan terakhir yang ditempuh malah bunuh diri.”
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR