Baca Juga: Makan Tikus Hidup untuk Bertahan, Berikut Lima Kengerian Rezim Khmer Merah Kamboja
Seiring berjalannya waktu, gelombang kepanikan tiba-tiba dirasakan Cory.
Ia tiba-tiba berkeringat, merasa kesal atau marah, seperti merasakan kembali kekacauan di masa remajanya, bahkan lebih besar dan lebih gelap.
“Untuk melarikan diri, saya minum banyak dan mengkhianati istri saya, yang menambah rasa malu dan membenci diri sendiri.
Saya akhirnya terkubur dan berusaha untuk mati. Saya bercerai, kehilangan sponsor profesional utama saya, membuat citra buruk untuk diri saya sendiri, menyakiti orang yang saya sayangi.
Baca Juga: Evolusi Suku Bajau Indonesia: Mampu Menahan Napas 13 Menit Hingga di Kedalaman 61 Meter!
Tidak ada alasan untuk perilaku buruk dan keputusan yang buruk. Namun, terkadang kekacauan yang terjadi memberikan sedikit kejelasan,” jelas Cory.
Seorang terapis akhirnya menjelaskan bahwa Cory menderita gangguan stres pasca-trauma, dan dengan cinta dan dukungan dari banyak orang, ia secara bertahap dapat mengubah dirinya sendiri.
“Saya telah berhenti minum dan mulai mendaki lagi, dan telah kembali ke Himalaya.
Saya telah menyadari bahwa gagasan bahwa mendaki puncak gunung dapat memperbaiki saya adalah ilusi, sama seperti gagasan bahwa foto saya pasca-longsoran, entah bagaimana, menggambarkan seorang pahlawan,” katanya.
Meskipun kini ia merasa baikan, tetap saja Cory tidak bisa menghindar dari foto itu.
Foto itu telah menghantuinya, “mengingatkanku betapa rapuhnya aku sebenarnya, dan betapa rapuhnya kita semua,” tukasnya.
(Artikel ini telah tayang di nationalgeographic.co.id dengan judul "Foto Selfie Ini Tangkap Momen Pendaki Gunung Gasherbrum II Saat Meregang Nyawa")
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR