Advertorial
Intisari-Online.com - Dari sebuah desa, Rohimah datang ke ibu kota. Tepatnya setelah kawin dengan Endang, suami keenamnya, empat tahun silam.
Namanya dikenal setelah ia membuat heboh pada peristiwa Bintaro, Oktober 1987.
Di desanya, bekas guru agama ini dikenal tak memiliki keiujuran. Berikut adalah kisahlamamirip sinetron yang diangkat kembali oleh Intisari.
--
Di kampung halamannya Desa Karang Anyar, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat(Jabar), orang tua dan ketiga anak kandung Rohimah dari suami kelimanya, tak tahu-menahu kalau Rohimah dipenjara.
Mereka cuma tahu Rohimah ditangkap polisi. Tapi apa sebabnya ia ditahan, keluarganya pun tak tahu-menahu.
Di desa kelahirannya di tepi Waduk Saguling itu pun nama Rohimah tak ada yang kenal. Karena ketika lahir, anak sulung dari empat bersaudara pasangan Rasidi (71) dan Marhamah (63) itu diberi nama Saadah.
"Saya tak habis mengerti, kenapa Saadah melakukan perbuatan itu," kata Saidi — panggilam sehari-hari Rasidi, bingung.
Baca juga:Tak Perlu Menyadap, Begini Cara Mengetahui Siapa Saja yang Sering Hubungi Pasangan Kamu di WhatsApp
Sedangkan Cucun (14), anak sulung Rohimah, berkata, "Saya pernah ke Jakarta tahun lalu selama sebulan. Waktu itu emak dipanggil Elli oleh tetangganya di Rawa Buaya, Jakarta. Saya tak bertanya pada emak, mengapa mengganti namanya. Hanya dalam hati saja heran."
Penipu
Rohimah ternyata bukan wanita berhati jujur. Bahkan pada dirinya sendiri. Pada peristiwa tabrakan KA di Bintaro, ia mengakui mayat seorang lelaki sebagai mayat suaminya dan berhasil mengeruk Rp 42.000 dari sumbangan para dermawan termasuk di antaranya bekas Wagub DKI Jaya, Eddy M. Nalapraya. Pada polisi ia mengaku bernama Subaikah.
Di antara rekan sekerjanya di konfeksi PT Dragon Phonix, Cengkareng, dan di daerah Rawa Buaya (Jakarta Barat) tempat tinggalnya, ia dikenal dengan nama Eli Musripah.
Dari rekan sekerjanya, Nuriah (60), diperoleh keterangan bahwa ia Cuma 1,5 bulan bekerja di situ dan dikenal sebagai buruh yang berani melawan mandor.
"Eli tak pernah cerita apa-apa tentang keluarga atau kesulitan ekonominya," tambah Nuriah. Sementara pemilik warung tempat langganannya makan siang dekat tempat kerjanya menyebutkan, Rohimah alias Eli meninggalkan hutang sebesar Rp 1.500.
"Eli keliahatannya pendiam. Kalau makan siang di sini biasa menghabiskan Rp 250. Bayarnya sekali seminggu kalau gajian saja," tambah si pemilik warung.
Di konfeksi itu, Rohimah menerima bayaran Rp 30.000-Rp 50.000 per bulan.
Di kampung halamannya, ia dikenal dengan nama Saadah. Di sana ia pernah menjadi guru agama di SD Batujajar. Tapi cuma sebentar.
"Ia keluar setelah terbukti melakukan pemotongan uang pensiun para guru SD di tempat kerjanya," kata H. Masud, seorang kerabat Rohimah yang juga pernah menjadi teman Rohimah semasa SD.
Malu
Selama menetap di Jakarta setelah menikah dengan Endang Supriatna (40), ia hanya sekali pulang ke Karang Anyar.
Pernikahannya dengan suami keenamnya itu berlangsung hanya sehari setelah perkawinan anak sulungnya. Baik orang tua maupun anak- anaknya, tak tahu banyak tentang kehidupan Rohimah di Jakarta.
"Saya tak pernah mengunjungi Saadah karena ia tak pernah meninggalkan alamat," kata ayahnya.
Selama ini, kisah orang tuanya, Rohimah tak pernah mengeluh soal kesulitan ekonomi maupun banyaknya utang yang harus dibayarnya.
"Waktu pulang kampung, ia memberi uang Rp 5.000," tambahnya.
Sebab itu, lelaki ini lebih mengandalkan hidup keluarga dan para cucunya dan bertanam jagung dan sayur-mayur di pekarangan rumahnya.
"Kalau emak punya utang, sebenarnya tinggal bilang pada kami. Saudara-saudara pasti mau bantu emak. Daripada menipu seperti itu, kan kami dibuat malu," ujar Cucun sedih.
Lalu ia menambahkan, "Saya heran, kenapa emak tidak menetap di Karang Anyar saja. Di sini tak perlu kontrak rumah. Paling-paling cari kebutuhan untuk makan saja."
Utang
Dalam sebuah percakapannya dengan Nova beberapa waktu lalu, Rohimah mengungkapkan alasan penipuannya di Bintaro karena didesak kebutuhan uang belanja keluarga.
"Suami saya pernah lumpuh dan tidak kerja. Karena itu saya kerja banting tulang untuk menghidupi keluarga," katanya. Dan sebab itu, "Saya memang punya banyak utang."
Endang, suami terakhir Rohimah, juga membenarkan kalau istrinya banyak utang. Itu diketahuinya belakangan.
"Selama dia di tahanan, sudah beberapa kali orang menagih utang pada saya. Tapi selama ini, Rohimah tak pernah cerita pada saya kalau ia banyak utang," kisah Endang.
Tapi ia tak menyangkal kalau kehidupan rumah tangganya sering diwarnai kesulitan ekonomi.
"Upah saya tak menentu," kata pria tamatan SMA yang kini menyewa kamar seharga Rp 12.500 per bulan. Endang juga mengungkapkan, selama perkawinannya dengan Rohimah, mereka jarang berkomunikasi.
"Saya memang belum mengenal betul pribadinya. Dulu saya tertarik dengan Rohimah karena ia rajin mengaji. Saya banyak belajar keagamaan darinya."
Rindu
Dan Rohimah begitu bersemangat melontarkan serentetan pertanyaan begitu tahu Nova sudah jumpa suaminya. Ketika itu, selama dirinya ditahan di Rutan Pondok Bambu (Jakarta Timur), Endang tak pernah menjenguknya.
"Bagaimana kabar Pak Endang? Tak ada perempuan lain kan di rumah? Apa rumahnya tetap di Rawa Buaya?" tanyanya.
Dan wajahnya jadi cerah begitu diberitahu Endang belum kawin lagi dan masih menetap di Rawa Buaya.
"Saya ingin ketemu dia. Selama saya ditahan, ia belum pernah lihat saya. Padahal saya berbuat semua ini, demi dia juga," katanya memelas.
Tapi kerinduan Rohimah yang memuncak itu terobati ketika Endang muncul dalam sidang perkara penipuan (20 Januari lalu) di mana ia dituntut tujuh bulan penjara potong tahanan oleh Jaksa Ny Tobina Lan Siahaan.
Rohimah bahkan sempat menangis ketika diberitahu Endang, bahwa anak bungsunya sakit typus.
Maaf
Tapi di sela kesedihannya, Rohimah tak lupa mengucap syukur karena Endang masih mau menengoknya.
"Saya menyesal. Mudah-mudahan jangan sampai tujuh turunan saya berbuat menipu seperti saya ini." Dan Rohimah juga menyampaikan harapannya, "Kalau Endang masih mau menerima, saya ingin kembali padanya. Saya ingin memperbaiki hidup bersama dia."
Rohimah hingga kini bimbang, maukah Endang memaafkannya. Apakah penyesalannya diterima Endang. Tapi yang pasti, seseorang sudah memaafkan semua kekhilafannya. Siapa lagi kalau bukan ibunya.
"Saya sudah memaafkan Saadah dan selalu berdoa supaya dia diberi jalan benar oleh Allah. Saya akan menerima kembali dengan rasa syukur hati kalau nanti Saadah keluar dari penjara mau kembali ke rumah ini."
Tapi sungguh-sungguhkah Rohimah menyesal? Bukankah sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya? (Asita Suryanto)
Artikel ini sudah tayang di Tabloid Nova No. 000/1 (Januari 1988) dengan judul “Rohimah, Empat Nama, Enam Suami”.