Juga rumah baru bisa diperoleh lebih cepat dibandingkan orang biasa yang sering harus menunggu sampai sepuluh tahun.
Olahraga dalam sejarah Cina
Siapa yang bisa dianggap sebagai "olahragawan berhasil" yang mendapat perlakukan khusus? Itu sudah didefinisikan oleh "komisi kebudayaan jasmani" di Beijing dengan jelas. Yang mendapat hak istimewa paling tinggi ialah mereka yang mendapat "medali olahraga kehormatan nasional".
Untuk bisa memperoleh penghargaan itu perlu dipecahkan rekor dunia atau memenangkan kejuaraan dunia. "Medali olahraga nasional" ada tiga tingkatnya:
Tingkat satu untuk mereka yang bisa meraih juara satu dan dua dalam suatu kejuaraan internasional, tingkat dua untuk mereka yang menduduki tempat keempat sampai delapan, sedangkan tingkat ketiga untuk kejuaraan nasional dan juara Asian Games.
Insentif prestasi dalam olahraga cocok dengan konsep total ideologi pragmatis pemimpin partai Deng Xiaoping. Barang siapa berprestsi lebih besar, harus mendapat bagiannya. Demikian pendapat di Beijing saat ini.
Baca juga: Masih Muda dan Tidak Diunggulkan, Namun Lanny Kaligis Menjadi Ratu Gelanggang Tenis Asian Games
Karena akhir-akhir ini militer juga sudah mendapat pangkat, apa salahnya kalau orang lain juga mengungguli orang lain. "Demi nusa dan bangsa" para olahragawan harus menang dan dengan demikian menaikkan rasa harga diri orang Cina.
Selain itu Cina juga ingin mewakili rekan-rekan dari dunia ketiga sebagai raksasa olahraga. Rekor dunia dan medali memang sering lebih menaikkan prestise daripada proyek pengembangan yang mahal.
Olahraga dan politik sejak zaman kuno berjalan bahu-membahu. "Dengarlah ayam berkokok dan raihlah pedang," demikian bunyi suatu pepatah zaman dinasti Tsin pada abad ketiga, lalu mereka melakukan olahraga bela diri.
Para penguasa mendorong olahraga, karena mereka yakin dengan demikian akan memperkuat "perasaan tanggung jawab patriotik", lalu pertahanan negara juga akan diperkuat.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR