Intisari-Online.com – “Boootiii...," begitu teriakan abang penjual roti di pagi yang masih perawan.
Teriakan khas itu memang diawali huruf "b", sebab asal mulanya memang kata brood (bahasa Belanda), yang artinya roti, lalu di sini diakhiri dengan huruf "i".
Kita mengenal roti memang karena Belanda, yang menjajah kita. Sistem pemasaran yang dilakukan abang roti itu pun peninggalan masa lalu.
Meski Belanda menjajah Indonesia sudah sekitar empat abad silam, roti sudah dikenal manusia sejak sekitar 5.000 tahun lalu.
Baca juga: Bukan Asal, Warna Penjepit Bungkus Roti Tawar Ternyata Punya Arti Khusus
Hal itu bisa dilihat di Museum Mesir di Inggris yang menyimpan papan roti, gulungan, cetakan, tempat pembakarannya, serta berbagai perlengkapan membuat roti yang diambil dari dapur sebuah rumah di Mesir.
Selain itu, dipajang juga berbagai biji-bijian dari keluarga padi-padian seperti gandum. Biji gandum ditemukan dalam lubang-lubang penyimpanan makanan 8.000 tahun silam.
Berbagai simbol roti banyak ditemukan di gua-gua tempat tinggal Mesir kuno.
Dalam Kitab Perjanjian Lama, pembuatan roti juga disinggung. Di sini disebutkan, pekerjaan mulai dari persiapan hingga menjadi roti itu tanggung jawab perempuan.
Pentingnya roti, baik yang dibuat dengan ragi dan tanpa ragi itu, dijelaskan dalam Kitab Injil berulang kali.
Bahkan tokoh filsafat Plato dan Socrates ikut bersuara tentang roti. Menurut Plato, idealnya sebuah negara itu menghasilkan sendiri gandum untuk membuat roti bagi masyarakatnya.
Roti mengalami perubahan dari masa ke masa. Dahulu bahan dasar roti hanya terigu, ragi, dan air.
Di Timur Tengah, Asia, dan Afrika, butir padi, tepung jagung, dan berbagai biji lainnya dari keluarga padi tetap sebagai bahan dasar membuat roti.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR