Intisari-Online.com - Seorang wanita tua duduk bersila di samping pintu masuk sebuah masjid di pinggir jalan Magelang-Yogyakarta, tepatnya di Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Di depan wanita bernama Par atau Mbah Par (55) itu terdapat sebuah tampah (wadah dari anyaman bambu) berisi segunduk kacang rebus.
Di dekatnya, segunduk buah salak pondoh. "Monggo Mas/Mba tumbasi (dibeli) kacange, nopo salake seger-seger niki (atau salak segar-segar ini)," ucap Mbah Par kepada setiap orang yang masuk ke masjid untuk menunaikan shalat Dzuhur, Sabtu (14/4/2018).
Wajahnya sumringah ketika seorang anak kecil, bersama ibu dan ayahnya, mendekati dan membeli sebungkus kacang rebus Rp 5.000. "Alhamdulillah, sekedik-sekedik pajeng (sedikit-sedikit laku), yang penting bisa buat sehari-hari," ujar Mbah Par mengawali berbincangan dengan Kompas.com siang itu.
Mbah Par berasal dari Dusun Ngledok, Desa Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Setiap hari berjualan kacang rebus dan salak pondoh di dekat masjid itu, setiap pukul 07.00 - sore hari.
Ia berjalan kaki dari rumahnya, yang jaraknya sekitar 3-4 kilometer dari masjid.
Ibu tiga anak itu memilih berjualan di situ karena masjid tersebut cukup ramai dikunjungi.
Maklum, lokasinya tepat di pinggir jalan utama Magelang - Yogyakarta sehingga banyak digunakan warga dan pelancong untuk beristirahat dan menunaikan shalat saat mereka masih dalam perjalanan.
"Saking (dari) jam 7 pagi, dugi sonten (sore), kulo mlampah, kadang-kadang nggih muter ting dusun-dusun caket mawon wong pun sepuh (saya jalan, kadang keliling di kampung-kampung terdekat saja karena sudah tua)," ceritanya.
Kendati demikian, dagangan Mbah Par tidak setiap hari habis terjual.
Seperti siang itu, kacang rebusnya masih terlihat penuh, juga salak yang katanya beli di tetangga yang punya kebun salak.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adrie Saputra |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR