Intisari-Online.com – Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota/
Naik delman istimewa kududuk di muka/Duduk di samping Pak Kusir yang sedang bekena/
Mengendali kuda supaya baik jalannya/
Duk idak iduk idak iduk/ Duk idak iduk idak iduk suara sepatu kuda.
(Baca juga: Siapa Sangka Dulunya Hotel Dibuat Sebagai Misi Sosial Untuk Meladeni Masyarakat dan Tidak Dipungut Biaya)
(Baca juga: Menyeramkannya Hukum Siksa di Kerajaan Surakarta Zaman Dulu, Manusia pun Diadu dengan Binatang Buas)
Semoga masih ingat lagu itu dan syukur pemah merasakan nikmatnya naik delman atau andong di lintas Malioboro, misalnya.
Kini, naik delman, andong, atau kereta kuda bisa jadi sebuah kemewahan. Apalagi bisa menaiki kereta kencana milik keraton. Wuih!
Dulu pun begitu. Meski kereta kuda pemah mengalami masa kejayaan, tak semua orang bisa naik kereta kencana macam itu.
Sekitar abad ke-17-an, Eropa menganggap kereta kuda sebagai alat transportasi mahal, karena hanya dimiliki oleh kaum elite bangsawan. Meski mahal, tapi efisien.
Sayangnya, tidak jelas siapa penemu kereta kuda. Begitu pun perancangnya. Bisa jadi sejarahnya yang panjang membuat sulit untuk menemukan "ekomya".
Yang jelas, tahun 1.500 SM, di India, tepatnya di Kota Mohenjodaro, bangsa asli India yang disebut bangsa Dravida memiliki pernak-pernik kerajinan tangan yang "istimewa".
Apa istimewanya?
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR