(Baca juga: (Foto) Menggelikan! Inilah 11 Potret Tingkah Lucu Orang Berusaha Menjual Cermin)
Tapi kalau nantinya ternyata usaha warteg itu berjalan mulus, cuma butuh waktu sekitar dua tahun untuk balik modal.
“Itu sudah termasuk membayar utang kepada warteg lama tempat dulu dia bekerja,” kata Tarisah yang menyebut kisaran laba bersih antara Rp10 juta hingga Rp20 juta per bulan.
Utangnya belum terbayar
Kisah dan hitung-hitungan warteg agak berbeda dengan warung pecel lele yang lokasi dagangnya relatif tidak permanen. Wiwit mengungkapkan, modal untuk satu warung pecel lele berkisar Rp15 juta. Nah, di sinilah peran juragan yang sudah berhasil untuk mengangkat anak buahnya.
“Mana bisa saya bikin warung kalau tidak dibantu bibi saya,” kata Wiwit yang sewaktu memulai usaha hanya punya uang Rp400 ribu hasil penjualan perhiasan istrinya.
Beruntung bagi Wiwit, pinjaman dari mantan bosnya itu ternyata sangat lunak. Terbukti sampai kini atau sekitar dua tahun warung pecelnya berjalan, mantan bosnya itu malah tidak pernah mau menerima pelunasan utang.
Di antara sekian karyawan yang pernah bekerja di bibinya, Wiwit sendiri yang sukses membuka warung pecel lele, sementara yang lain lebih memilih berjualan soto.
Pengusaha warung pecel lele juga tidak begitu repot mendidik karyawan agar mandiri. Cukup ditekankan pada kemahiran untuk memasak dalam waktu cepat. Sebulan saja, harus sudah bisa masak.
(Baca juga: Mengintip Bisnis Beromzet Miliaran Milik Bu Dendy, Wanita yang Viral Karena Menyawer Uang Ratusan Juta)
“Syukur-syukur sudah ada dasar, jadi tinggal poles sedikit saja. Tapi, tak jarang juga, ada yang sampai tiga bulan belum bisa apa-apa,” kata Wiwit yang sempat empat tahun berkarier sebagai pelayan.
Di tanah perantauan, para pedagang pecel lele yang umumnya berasal dari Kecamatan Pucuk di Lamongan juga akan saling mensuport. Meski tidak terikat dalam satu koperasi atau paguyuban khusus, tempat belanja yang sama membuat mereka sering bersua.
“Selain menjaga silaturahmi, saya juga tanya-tanya resep, terutama sambal, dari yang lain,” cerita Wiwit.
Untuk menciptakan suasana yang nyaman di warung, Wiwit selalu mengajak ngobrol anak buahnya jika ada waktu senggang. Jika ada yang tak betah, akan diobrolkan dan mencari solusi terbaik.
Ia memperlakukan mereka sebagai manusia. Bagaimanapun juga mereka juga merupakan modal bagi usahanya.
Lihat juga:
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR