"Saya yakin bahwa semua mahluk hidup itu, baik yang dicap najis maupun tidak menurut agama, mengalami hal yang sama dengan manusia. Bisa senang, bisa sedih, bisa sakit, dan melarat. Hanya saja, kita tidak tahu dan tidak mau tahu penderitaan mereka," katanya.
Berpijak dari pemahaman itulah dia kemudian merasa terpanggil menolong binatang-binatang yang diabaikan keberadaannya oleh manusia. Desy mengambil inisiatif merawatnya, paling tidak sampai anjing-anjing itu sehat kembali dan menanggung semua biayanya sendiri.
Dia lalu menceritakan pengalamannya ketika menjadi tenaga penjual mi instan. Dia kerap meminta produk mi instan yang dikembalikan, entah karena rusak kemasannya atau karena sudah kedaluwarsa, dari bosnya.
Mi tersebut direndamnya beberapa saat dengan air lalu ditaruh di jalanan dengan harapan bisa dimakan binatang, seperti anjing dan kucing liar, termasuk pula serangga, seperti lalat, semut, atau kuman sekalipun. Bagi Desy, yang penting tidak mubazir.
Dihujat dan diancam dibunuh
Desy sadar, interaksinya dengan hewan di jalanan, terutama anjing, kerap memicu protes dan perdebatan karena dia adalah seorang Muslim yang hidup dan besar di tengah masyarakat Muslim pula.
Dia mengatakan, dirinya memahami hukum menyentuh atau berinteraksi dengan binatang yang dicap najis tersebut. Oleh karena itu, setelah berinteraksi dengan anjing, misalnya, dia selalu kembali menyucikan diri dan mengganti pakaian.
"Habis mengurus anjing-anjing itu, saya selalu bersuci sesuai syariat dan mengganti pakaian dengan yang bersih. Di mobil juga saya selalu bawa pakaian dua atau tiga pasang. Jaga-jaga nanti bertemu sama anjing-anjing telantar di jalanan," ungkap Desy.
Baca Juga : Dilantik Jadi Gubernur Jawa Barat, Ini 5 Potret Kasih Sayang Ridwan Kamil terhadap Keluarganya
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR